Yusuf Hamka Punya Cita-Cita Membangun 1000 Mesjid

Sosial & Budaya147 Dilihat

 

MabesBharindo,Jakarta —Kamis 24 Juni 2021 Jusuf Hamka dengan cita-cita bangun 1.000 masjid
target 1.000 masjid juga akan diwujudkan lewat program renovasi masjid apabila ada yang memintanya melakukan di jakarta.

Waktu menunjukkan pukul 10.45 WIB menjelang Shalat Jumat,ketika sebuah mobil mewah Land Rover Range Rover SUV berwarna biru langsung mengambil posisi parkir khusus di depan Pojok Halal tempat peristirahatan (rest area) Cilandak, Tol Depok-Antasari, Jakarta Selatan.

Melihat tampilan mobil seharga Rp4,2 miliar dengan nomor polisi khusus B 1 RU tersebut sudah bisa ditebak yang duduk di dalamnya seorang “bos besar”, terlebih begitu kendaraan itu tiba, petugas keamanan tampak sigap menyambut.

Pintu mobil terbuka, pria berkopiah warna merah hati senada dengan warna baju lengan panjang model Shanghai bermotif bunga turun dari mobil.

Penampilannya tampak kontras dengan kendaraan super mewah yang ditungganginya. Sekilas pria paruh baya itu terlihat menggunakan topi merah hati, bersandal kulit yang berpadu dengan celana jins biru.

Senyum ramah mengulas air mukanya, matanya menghilang dari wajah putihnya saat tertawa, ciri khas keturunan Tionghoa.

Dialah Muhammad Jusuf Hamka, pria keturunan Tionghoa asal Samarinda, Kalimantan Timur, lahir 64 tahun yang lalu di Jalan Krekot Bunder, Pasar Baru, Jakarta Pusat, kini dikenal sebagai “bos” jalan tol yang dermawan.

Sifatnya yang dermawan dan rendah hatinya dikenal masyarakat dan banyak diulas oleh media daring, cetak, televisi bahkan media sosial.

Putra angkat Ulama Indonesia, Prof Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka, terlahir dengan nama Josef Alun. Dia memilih memeluk Islam di bawah bimbingan sang ayah angkat pada 1981, serta mengganti namanya dengan panggilan Jusuf Hamka.

“Samarinda itu asal orang tua, saya lahir di Krekot Bunder, Pasar Baru belakang Pasar Metro Atom persis, daerah itu dari ujung ke ujung tau saya. Saya pernah jadi Jawara, tukang gelut. Pada kenal, bekas jadi RW 03 Pasar Baru,” kata Jusuf mengenalkan masa lalunya. Masjid Babah Alun Desari, diresmikan tahun 2020 terletak di samping Tol Depok-Antasari (Desari) Cilandak, Jakarta Selatan, bercorak Tionghoa sebagai masjid akulturasi tiga budaya, yakni China, Islam dan Betavia

Pendiri Masjid Babah Alun
Pengusaha sukses nan kaya raya pemilik jalan tol tidak hanya di Jakarta, ada juga di wilayah Jawa Barat, Surabaya dan segera menyusul di Medan, dikenal oleh pejabat negara sebagai sosok Inklusivisme. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perindustrian, Agung Gumiwang Kartasasmita melalui kata pengatar dalam buku semi otobiografi berjudul ‘Babah Alun Naik Haji’ yang ditulis sendiri olehnya tahun 1985 dan dicetak tahun 2020.

Nilai-nilai inklusivisme merupakan lawan dari eksklusivisme, yakni memandang semua orang, dirangkul, dihargai, diakui dan diberikan perhatian tanpa menimbang identitas suku, agama, status sosial, maupun kelas ekonomi.

Sikap inklusivisme seorang Jusuf Hamka tergambar dari karyanya membangun masjid di sejumlah wilayah di Jakarta yang diberi nama Masjid Babah Alun asal kata Ayah Alun. Sebagai “mega” proyek bentuk pertanggungjawaban atas ucapannya kepada Tuhan-nya, saat teman-temannya bertanya mau membangun berapa banyak masjid, dengan asal bicara, ayah tiga anak itu pun menjawab 1.000 masjid.

Maka dimulai lah proyek pembangunan masjid tersebut sejak 2017, lokasi pertama di kolong Tol Layang Tanjung Priok, Jalan Warakas, Papanggo, Tanjung Priok Jakarta Utara, seluas kurang lebih 300 meter persegi.

Setahun berikutnya, berdiri lagi satu Masjid Babah Alun di kolong tol Ir Wiyoto, Jalan Pasir Putih, Ancol, Pademangan, Jakarta. Masjid ini lebih berbentuk mushola karena ukurannya lebih kecil, dibangun oleh Jusuf Hamka berkolaborasi dengan Artha Graha sebagai penyumbang dana.

Masjid Babah Alun ketiga berdiri di pinggiran Tol Depok-Antasari (Desari) Cilandak, Jakarta Selatan, di atas tanah seluas 450 meter persegi terdiri dari tiga bangunan dengan bangunan utama masjid seluas kurang lebih 200 meter persegi, diresmikan oleh Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali pada Agustus 2020 yang dulunya sebagai Wali Kota Jakarta Selatan.

Masjid berikutnya segera diresmikan tahun 2021 ini dua masjid Babah Alun di Tol Sentul Selatan (pertengahan Maret) dan Tol Sentul Selatan (kisaran Juni-Juli). Proyek pembangunan masjid berikutnya ada di Soreang Pasir Koja, Bandung dan Sumedang, Jawa Barat.

Setiap masjid yang dibangun memiliki corak yang sama yakni bernuansa Tionghoa, dengan warna merah menyala, ornamen berwarna kuning emas menghiasi bangunan utama berwarna dasar putih gading. Masjid Babah Alun merupakan akulturasi dari budaya China, Islam dan Betawi.

Asep Maman, arsitek pembangunan Masjid Babah Alun Desari menjelaskan, unsur Tionghoa dari masjid ini terlihat dari corak bangunan, bagian jurai luar bangunan (Nok) pada atap melengkung seperti atap kuil, serta pintu lengkung menyerupai gerbang di kuil Shaolin (Kong Liong) lalu diperkuat dengan ornamen-ornamen berwana kuning emas di setiap jendela.

Warna hijau pada atap serta kubah dan tulisan Asmaul Husna mewakili budaya Islami, sedangkan Betawi ada pada pagar yang mengitari lantai atas bangunan masjid dekat kubah yang dikombinasikan dengan ornamen China.

“Masjid pertama yang saya bangun itu di pabrik saya di daerah Bukuan, Samarinda, hanya coraknya bukan begini (Tionghoa) tapi Timur Tengah, nanti mau saya renovasi jadi mirip Babah Alun,” kata Jusuf.
Seorang jamaah melaksanakan ibadah shalat di Masjid Babah Alun Desari, diresmikan tahun 2020 terletak di samping Tol Depok-Antasari (Desari) Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis

Wasiat 1.000 masjid
Sejak 2017 sudah ada tiga masjid berdiri, dua masjid segera diresmikan, dua masjid sedang berproses, dan satu masjid pertama dibangun di Samarinda, telah menambah “cicilan hutan” membangun 1.000 masjid yang diucapkan Jusuf Hamka.

Menyadari usianya sudah 64 tahun, mustahil dengan sisa umur yang ada dapat membangun seribu masjid, jika kemampuannya setahun satu masjid, tentu Jusuf membutuhkan 1.000 tahun untuk membangunnya.

Dengan sisa umur yang ada, Jusuf berupaya membuktikan ucapannya, tidak hanya membangun, target 1.000 masjid juga akan diwujudkan lewat program renovasi masjid apabila ada yang memintanya melakukan. Masjid pun akan direnovasi dengan corak serupa.

Selain membangun dan merenovasi, Jusuf telah memberikan wasiat kepada anak-anak dan para cucu hingga cicitnya kelak, agar meneruskan janjinya mendirikan 1.000 masjid dari Sabang sampai Merauke.

Membangun 1.000 masjid bukanlah ambisi untuk seorang Jusuf, bukan pula sebagai pertanggungjawaban sosial dari seorang pengembang jalan tol, mengingat beberapa masjid yang telah dibangun berada di zona bisnis miliknya.

“Bentuk rasa terimakasih saya kepada Allah dan ini bukan berbisnis, kita tunjukkan Islam yang ‘Rahmatan lil’alamin, Islam yang makmur, bukan kita sok, kita mulai coba tunjukkan itu,” kata Jusuf dengan logat Betawinya.

Bagi Jusuf Hamka Masjid Babah Alun menjadi sarana syiar Islam, sebagai destinasi wisata religi yang bebas didatangi masyarakat dari manapun juga. Bahkan untuk memudahkan wisatawan Tiongkok bila berkunjung ke sana, petunjuk informasi di dalam masjid hanya bertuliskan bahasa Indonesia dan aksara China.

Melalui masjid dengan akulturasi budaya tersebut, Jusuf ingin menyampaikan bahwa Islam merupakan agama luluhur bangsa China sebelum komunisme masuk ke Negeri Tirai Bambu, seperti yang disampaikan Buya Hamka kepadanya.

Bukan hanya masjid yang diperbanyak olehnya, Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk itu juga akan melebarkan program berbagi untuk sesama tidak mampu lewat Warung NKRI atau Warung Kuning Pojok Halal dan sedekah ‘drive thru’ di jalan tol yang digagas olehnya. Jamaah melaksanakan ibadah Shalat Jumat di Masjid Babah Alin Desari, Jakarta Selatan,

Persatuan bagi Indonesia
Tidak hanya dikenal sebagai pengusaha kaya raya, Jusuf Hamka juga dikenal dermawan juga rendah hati. Jusuf hafal betul dengan makna sila ketiga Pancasila yakni Persatuan Indonesia. Mungkin buah dari pembelajaran yang didapat dari orang tua angkatnya Mantan Wakil Presiden RI ketiga, Adam Malik dan diperkuat didikan nilai Islam dari sang ayah angkat Buya Hamka.

Dalam buku semi otobiografi “Babah Alun Naik Haji”, Jusuf menceritakan momen kehilangan atas wafatnya sang orang tua angkat Adam Malik tahun 1984 saat dirinya naik haji pertama kali. Di saat bersamaan dirinya tengah teringat pesan dari ayah angkat, yakni “Kau tidak boleh mengkhianati hati nurani mu atau perasaan batin mu sendiri. Batin mu akan berasa bahagia apabila permohonan-Nya padamu telah kau isi dengan ibadah. Maka jangan sekali-kali kau kecewakan Dia,” nasihat Almarhum Buya Hamka.

Jusuf dikenal sebagai pribadi yang santai sehingga memudahkannya bersosialisasi dan bersilaturahmi dengan berbagai kalangan masyarakat. Dikenal sebagai pribadi yang mengedepankan rasa kemanusiaan, nasionalisme dan menyerukan persatuan Indonesia, begitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengenal sosoknya ditulis dalam kata pengantar buku “Babah Alun Naik Haji”.

Dalam setiap kesempatan menghadiri acara sosialisasi ataupun silaturahmi, Jusuf selalu mengacungkan tiga jari yang merupakan representatif dari sila ketiga Pancasila.

Baginya, jika masyarakat Indonesia mengatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, maka persatuan Indonesia adalah harga pasti. Karena kalau tidak bersama Indonesia akan porak poranda, dengan bersatu Indonesia teguh, begitu pun jika bercerai akan runtuh.

Menurut Jusuf, dengan persatuan Indonesia tidak ada lagi istilah pribumi dan non pribumi. Istilah itu sudah ketinggalan atau norak di zaman sekarang ini. Caranya menyerukan persatuan Indonesia dengan bersatu dalam keberagaman.

“We are Indonesia one nation (kita Indonesia satu bangsa) tanpa embel-embel,” katanya.

Di masa pandemi COVID-19 tidak mengurangi aktivitas Jusuf Hamka untuk terus menggalakkan aksi sosialnya lewat warung NKRI akan ditambah outlet (toko)- nya setelah ada di Sunter, Kemayoran dan Taman Lembang, akan hadir di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan.

Pada momen perayaan Imlek 2021, Jusuf mengajak masyarakat keturunan Tionghoa untuk merayakannya dengan sederhana dengan suka cita dan menjaga kesetiakawanan sosial dengan memperhatikan masyarakat kurang mampu yang membutuhkan kepedulian mereka yang memiliki rezeki berlebih dan rasa kepedulian.

Tidak harus seluruh masyarakat yang terdampak yang jadi perhatian, minimal mereka yang tempat tinggalnya berjarak radius 100-200 meter dari tempat tinggal hendaknya mendapat perhatian.

Secara sederhana Yusuf mencontohkan kalau sampai ada masyarakat yang lapar maka keamanan dan ketertiban nasional juga terganggu sehingga sudah menjadi tanggungjawab bersama untuk mendukung saudara-saudara sesama anak bangsa yang tengah kesulitan.

Komentar