===================================
MABESBHARINDO.COM______***
JAKARTA ~ Mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Iman Santoso merupakan tokoh polisi yang dikenal jujur, berintegritas, dan sederhana. Pria kelahiran 14 Oktober 1921 itu adalah Kapolri kelima atau Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) kala itu.
Pria bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso itu sebelumnya menjabat wakil Menpangak. Tepatnya pada 3 Agustus 1966, Beliau resmi diangkat menjadi Wakil Menpangak berdasarkan surat keputusan Presiden Soekarno.
Beliau diangkat menjadi Kapolri pada 15 Mei 1968 setelah Jenderal Soetjipto mengundurkan diri sebagai Menpangak. Pangkat Hoegeng naik menjadi Jenderal Polisi.
Namun usai dilantik sebagai Kapolri, Hoegeng mewanti – wanti kembali dan mengingatkan kepada keluarganya agar tak memanfaatkan jabatan tersebut untuk hal – hal yang kurang baik.
Baca Artikel Lainnya :
√π• Polda Jateng Himbau Warga Tak Panik Buying Minyak Goreng di Pasaran
√π• Kompolnas Nilai Penangkapan Tersangka Teroris dr. Sunardi Oleh Densus 88 Sudah Sesuai SOP
Menurut Hoegeng jabatan Kapolri itu bukan segala–galanya.
“Papi tetap mengingatkan hidup sederhana dan tidak neko – neko. Keluarga diminta tidak mengganggu urusan dirinya sebagai Menpangak dengan urusan rumah tangga,” ujar putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto. Hoegeng atau Didit Hoegeng dikutip dari buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis Suhartono.
Salah satu fasilitas negara yang ditolak Hoegeng adalah rumah dinas Kapolri di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hoegeng dan keluarga tetap tinggal di rumahnya di Jalan Madura, Jakarta Pusat.
“Papi tidak mau rumahnya dikawal-kawal dan ada pos jaga ‘monyet’ di depan pintu masuk rumahnya. Papi ingin rumahnya terbuka dan tidak menyeramkan buat masyarakat. Dan masih banyak lagi fasilitas lainnya yang Papi tolak,” jelas Didit.
Setelah diberhentikan sebagai Kapolri, Hoegeng pun tidak mau rumahnya dikawal. Didit mengungkapkan ayahnya pernah mendapat ancaman pembunuhan setelah beberapa tahun selesai diberhentikan sebagai Kapolri.
Kapolri yang saat itu dijabat oleh Anton Soedjarwo berinisiatif melakukan pengawalan terhadap Hoegeng. Namun, Hoegeng menolak, karena ancaman itu disebutkan nyata dan sewaktu – waktu bisa terjadi, Polri pun memaksa.
Akhirnya, Hoegeng pun mengizinkannya. Akan tetapi Hoegeng berpesan agar pengawalan yang dilakukan tidak mencolok dan membatasi kesehariannya dengan keluarga.
Spirit dan kehidupan Hoegeng akan menjadi penyemangat bagi jajaran Polri. Tegas dalam bersikap dan melayani masyarakat, tapi juga sederhana dalam menjalani aktivitas kesehariannya.
Jiwa – jiwa Hoegeng akan terus ditumbuhkan di internal polri dan menjadi pemacu dalam menjadi marwah keluarga Bhayangkara.” [Red]
Komentar