Mabes Polri Didesak Pranata Law Firm Segera Periksa Roy Marten Buntut Kasus Illegal Mining Herman Trisna Cs

Hukum & Kriminal2998 Dilihat

Mabesbharindo.com

Jakarta, Pranata Law Firm mendesak Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) segera memeriksa aktor senior Roy Marten dan Dwi Yanuas Didi terkait dugaan keterlibatan dalam kasus pertambangan ilegal yang melibatkan Herman Trisna dan kawan-kawan di Desa Persiapkan Air Merah Kecamatan Sungkai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

Desakan tersebut disampaikan langsung oleh pengacara muda Frandy Septior Nababan, perwakilan dari Pranata Law Firm, usai melaporkan Roy Marten ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu (28/5/2025) siang.

“Kami datang ke Mabes Polri untuk mendesak agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap Roy Marten dan Dwi Yanuas Didi, karena hingga saat ini belum ada tindakan hukum terhadap dugaan keterlibatan mereka dalam aktivitas tambang ilegal,” ujar Frandy kepada awak media.

Dua Figur Publik Belum Tersentuh Hukum
Frandy menyampaikan keheranannya atas lambannya penanganan kasus yang telah menyeret nama-nama publik figur ini. Menurutnya, kedua artis senior tersebut sudah pernah berada di lokasi tambang yang tengah menjadi objek sengketa hukum, namun hingga kini belum juga diperiksa.

“Kami mempertanyakan mengapa sampai hari ini Roy Marten belum diperiksa, padahal jelas pernah terlihat berada di area tambang yang saat itu izinnya dipegang oleh klien kami. Ini harus diungkap supaya semuanya terang benderang,” tegas Frandy.

Lebih lanjut ia mengatakan, kasus dugaan illegal mining ini diduga kuat dilakukan oleh Herman Trisna setelah tidak lagi memiliki kewenangan di perusahaan pemegang izin tambang, yaitu PT. Bumi Borneo Inti.

Posisi Hukum Herman Trisna Dipertanyakan
Menurut dokumen yang dimiliki Pranata Law Firm, Herman Trisna sudah tidak lagi menjabat di PT. Bumi Borneo Inti sejak Rapat Pemegang Saham tertanggal 5 Maret 2021. Namun anehnya, pada 5 Juli 2022, Herman kembali menandatangani surat addendum dalam kapasitas sebagai direktur, yang memerintahkan pihak ketiga untuk melakukan kegiatan tambang di wilayah IUP milik perusahaan.

“Padahal saat itu klien kami, Daniel Candra, adalah pemegang saham sah dan pengelola resmi perusahaan. Jadi surat kerja yang ditandatangani Herman tidak memiliki dasar hukum,” ungkap Frandy.

Akibat tindakan ilegal tersebut, PT. Bumi Borneo Inti terpaksa menghentikan seluruh kegiatan tambang per 30 Juli 2022 dan melaporkan kasus ini ke Polda Jambi pada 26 Agustus 2022. Tak lama berselang, Kementerian ESDM pun menonaktifkan akun MOMS milik perusahaan melalui surat resmi No: B-1353/MB.05/DBB.OP/2022 tertanggal 3 November 2022.

“Ini menandakan dua hal: pertama, Herman Trisna tidak punya hak hukum untuk menjalankan operasi perusahaan. Kedua, pemerintah telah membekukan akses perusahaan untuk beraktivitas karena pelanggaran yang terjadi,” jelas Frandy.

Lebih mengejutkan, tim hukum juga mengungkap adanya dokumentasi visual yang memperlihatkan Roy Marten dan Dwi Yanuas Didi berada di lokasi tambang dan mengunjungi sejumlah instansi, termasuk institusi militer.

“Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar. Apa kepentingan mereka di sana? Apakah murni sebagai tamu, atau ada peran lebih dalam? Ini yang harus digali lebih jauh oleh penyidik,” tutur Frandy.

Frandy juga menyinggung pernyataan Roy Marten di sejumlah media, yang seolah menyudutkan kliennya sebagai pihak yang terlibat dalam aktivitas tambang ilegal. Padahal, menurut Frandy, perkara yang saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Sengeti sama sekali tidak berkaitan langsung dengan kegiatan pertambangan.

“Roy Marten cukup aktif menanggapi kasus ini di media. Aktivitasnya ini bisa mengindikasikan peran yang lebih dari sekadar pengamat. Kami mendorong penyidik untuk mendalami kemungkinan keterlibatan Roy berdasarkan Pasal 55 KUHP,” kata Frandy lagi.

Kerusakan Lingkungan dan Korban Masyarakat
Tak hanya aspek hukum, Frandy juga menyoroti dampak lingkungan akibat dugaan penambangan ilegal ini. Salah satunya adalah insiden kebakaran batu bara pada tahun 2024 yang menimbulkan pencemaran udara dan diduga menyebabkan korban dari masyarakat sekitar.

“Yang lebih memprihatinkan, batu bara yang terbakar itu sebelumnya sudah disegel oleh Mabes Polri dalam kasus yang sama, tapi tetap dibiarkan di lokasi hingga akhirnya terbakar,” jelasnya.

Frandy menegaskan, langkah hukum ini bukan semata demi klien mereka, tapi juga demi penegakan hukum dan keadilan lingkungan yang lebih luas.

“Kami harap, melalui pelaporan ini, Mabes Polri segera bertindak tegas dan objektif. Siapa pun yang terlibat, termasuk figur publik, harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya. (Ror)

Komentar