MABES BHARINDO,BANYUWANGI- 15 MARET 2021-Salah seorang Tenaga Harian Lepas (THL) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi merasa janggal dengan pemecatan atau pemberhentian hubungan kerja (PHK) yang dialaminya.
Wanita yang tidak mau disebut namanya ini mengaku, jika dilihat dari kinerja dan prestasi yang pernah ditorehnya masih masuk kategori layak untuk dipertahankan.
Ia bercerita jika dirinya sudah mengabdi menjadi tenaga kesehatan di Banyuwangi sejak tahun 2012 yang bertugas di lapangan. Pahit getir sudah pernah dirasakannya.
Pulang malam sudah menjadi sesuai hal yang biasa baginya untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan.
“Saya menyadarkan masyarakat tidak tahu waktu, malam pulang jam 10, jam setengah 11 sambil membawa anak untuk menyadarkan perilaku seseorang,” ungkap dia, saat menyampaikan keluh kesahnya kepada DPRD setempat waktu hearing terkait pemberhentian THL,
Berbicara soal prestasi yang pernah diraih selama menjadi buruh kesehatan, ia mengaku menjadi satu-satunya tenaga kesehatan yang berani mendeklarasikan 5 pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) di Banyuwangi.
Dari upaya yang dilakukannya itu bisa mengantarkan salah satu desa di Banyuwangi mendapatkan prestasi dari direktorat lingkungan hidup.
“Tahun 2019 yang kami wujudkan di desa sudah mendapatkan STBM award di Kabupaten Banyuwangi, dan kami sendiri sudah mendapatkan prioritas dari BPJS adalah juara terbaik untuk pelaporan setiap bulan,” bebernya.
Tidak sampai disitu, selama pandemi Covid-19 melanda, ia menjadi salah satu nakes yang berperang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19. Hingga dirinya pernah terkonfirmasi virus mematikan tersebut.
“Pada waktu itu saya bersama Kapolsek Kalipuro dan Bapak Camat, di pasar untuk menyadarkan orang pakai masker. Setelah itu saya pulang, saya sakit, (baca: setelah diperiksa) saya kena Covid-19,” curhatnya.
Dari perjuangan yang sudah dilaluinya itu, hal yang sangat menyentuh hati ketika sehari sebelum dirinya di PHK. Ia masih menjalankan tugas sebagaimana biasanya bersama rekan kerjanya.
“Kemarin itu kami pulang malam penyuluhan hujan-hujan deras, setelah itu besoknya kami membuka link yang ada di BKD (Badan Kepegawaian Daerah) kok saya tidak diperpanjang,” ucapnya lirih.
Dia mengaku kaget dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya waktu itu. Dirinya merasa janggal dan bertanya-tanya kenapa kena PHK.
“Saya juga kaget, masalahnya apa? kalau masalah nilai di bawah saya juga banyak tetapi lulus. Tetapi kalau melihat dengan masa kerja saya, diatas saya juga banyak yang lulus. Ini dengan dasar apa kita diberhentikan seperti ini, dan kami sendiri sudah masuk ke data base K2,” ujar dia, mempertanyakan kebijakan pemutusan kerjanya.
Dia juga membeberkan jika THL lain yang terkena dampak PHK juga kebingungan, dikarenakan tidak sedikit dari mereka hanya mengandalkan satu pekerjaan tersebut.
“Jadi kami mohon, kami disini mau mengeluh kepada siapa lagi, ini teman saya semuanya janda, sekarang bingung nanti yang mau ngasih makan siapa. Ada juga yang punya hutang di kantor, lah setelah itu dia mikir untuk membayar hutangnya lewat mana,” curhatnya kepada wakil rakyat, sambil menunjuk beberapa temannya yang juga ikut hearing.
Tenaga kesehatan yang sudah di PHK ini juga mengaku jika dirinya masih belum mendapatkan hak gajinya di bulan Februari kemarin.
“Terus yang menjadi unek-unek saya, dari sekian SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) ini ada pengumuman tanggal 25 Februari sudah digaji. Ini di bulan Februari masih menunggu, masih belum digaji,” katanya.
Dia berharap Pemerintah Banyuwangi bisa mengerti dengan keadaan para THL, apalagi di kondisi Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
“Mudah-mudah pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengerti dengan keadaan kami semuanya, misalkan nanti ada rasionalisasi, tapi untuk kerja yang sudah lama dipikirkan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, tenaga kesehatan tersebut merupakan satu dari 332 Tenaga Harian Lepas (THL) di lingkungan Pemerintah Banyuwangi yang baru-baru ini diputus hubungan kerjanya atau di PHK.
(TIM WARTAWAN)
Komentar