Terkait itu Otorita Batam (sekarang BP Batam), menerbitkan faktur jaminan pelaksanaan pembangunan atas pengalokasian tanah diatas HPL Otorita Batam senilai Rp105.047.250 dan faktur tagihan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk masa 5 tahun senilai Rp1.500.675.000. Diduga hingga masa berlakunya ke-2 faktur tersebut pada 31 Oktober 2001 Yayasan LK tidak memenuhi kewajibannya. Sehingga Otorita Batam melalui surat No 8/16/KA/L/III/2004 tanggal 15 Maret 2004 membatalkan Izin Prinsip lahan tersebut
Dalam bulan September dan November 2018 BPN Kota Batam atas dasar Berita Acara Penyerahan Lahan dari Yayasan LK kepada warga tanggal 8 November 2012, melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun Anggaran 2018 menerbitkan sebanyak 11 SHGB, diantaranya sebanyak 5 SHGB milik oknum anggota DPRD Batam
Adalah Frederikus Lanang Langobelen CS pada 7 Desember 2020 menerima kuasa untuk menjaga, mengawasi dan mengelola tanah tersebut dari Koperasi ULBB pihak yang ditunjuk Yayasan LK untuk menjual atau memasarkan kavling siap bangun miliknya
Nah pada bulan Desember 2022 oknum anggota DPRD Batam “berang”, melalui orang suruhannya mengklaim tanah yang diatasnya didirikan bangunan oleh Frederikus Lanang Langobelen CS adalah miliknya
Tidak putus akal, Frederikus Lanang Langobelen CS meminta bantuan kepada aktivis Yusril Koto. Diduga cacat administrasi sebanyak 11 SHGB diantaranya 5 SHGB milik oknum anggota DPRD Batam yang diterbitkan oleh BPN Kota Batam tahun 2018, maka laporan dugaan maladministrasi pun dilayangkan kepada Ombudsman Perwakilan Kepri di Batam dan saat ini lagi menuggu LAHP Ombudsman
Yang menggelitik akal sehat dan menjadi pertanyaan bagaimana bisa BPN Kota Batam menerbitkan 11 SHGB pada tahun 2018 berdasarkan Berita Acara Penyerahan Lahan dari Yayasan LJ kepada warga tanggal 8 November 2012 sedangkan lahan tersebut sudah dibatalkan Otorita Batam pada tahun 2004 ?
kaperwil kepri Mabes bharindo
Komentar