Terungkap Sekolah Wajibkan Beli Buku Jutaan Rupiah, Diduga Kepsek dan Penerbit Kolaborasi Dapatkan Keuntungan

Uncategorized435 Dilihat

#Pendidikan Gratis Berkeadilan Hanya Wacana Herman Deru?

OKI – Praktik kasus jual beli buku di Kabupaten Ogan Komering Ilir pada awal ajaran baru terungkap. Meski ada aturan yang melarang, namun praktik tersebut justru dilanggar oleh salah satu sekolah favorit berlabel sekolah unggulan di daerah berjuluk Bumi Bende Seguguk tersebut.

Diungkapkan oleh salah satu narasumber yang minta identitasnya di rahasiakan, pihak sekolah meminta agar para siswa dan orang tua siswa membeli buku paket pelajaran di sekolah senilai Rp 1.500.000 per siswa dari penerbit tertentu.

Lebih lanjut dikatakan sumber tersebut, pihak sekolah mewajibkan buku-buku pelajaran tersebut harus baru, tidak boleh menggunakan buku lama atau buku bekas kakak atau abang kelas tahun sebelumnya. Pihak sekolah juga tidak membolehkan siswa menggunakan buku pelajaran yang di fotocopy.

Adanya kebijakan sekolah yang mewajibkan membeli buku ini, lanjutnya, sangat dikeluhkan banyak orang tua dan wali murid. Apalagi saat ini ekonomi masyarakat sedang sulit akibat pandemi covid 19 yang masih belum berakhir secara total. Belum lagi, ada orang tua yang memiliki anak dua atau tiga orang yang saat ini juga masih sekolah dan butuh biaya.

Menyoroti hal tersebut pemerhati pendidikan SR Lubis yang juga inisiator Nusantara Menulis mengkritisi praktik jual beli buku di sekolah yang disinyalir sudah berlangsung setiap tahun tersebut.

“Aturan penyediaan buku salah satunya tercantum dalam Undang-Undang Sistem Perbukuan (UU Sisbuk) Nomor 3 Tahun 2017. Bila sekolah menyulitkan siswa untuk memiliki buku pelajaran tertentu maka sekolah tersebut melanggar UU Sisbuk, Permendikbud, serta juknis BOS,” terang Lubis.

Lubis mengingatkan sekolah untuk mematuhi regulasi soal penyediaan buku pelajaran. Sebab hal tersebut merupakan hak siswa yang mesti dipenuhi untuk kegiatan belajar mengajar. Ia menekankan bila sekolah terbukti melanggar aturan maka bakal di sanksi oleh Kemendikbud.

“Jika terbukti melanggar, berdasarkan Permendikbud Nomor 8 tahun 2016 (tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan), bisa ada penurunan akreditasi, penangguhan bantuan pendidikan, sampai rekomendasi terberat,” tegasnya.

Lebih lanjut Lubis menjelaskan pihak Kemendikbud telah menyediakan buku K13 untuk kelas I sampai dengan kelas XII. Ia menjelaskan buku tersebut diberikan secara gratis kepada siswa. Adapun pengadaannya melalui dana BOS di masing-masing sekolah.

“Pembelian buku melalui dana BOS berlaku untuk sekolah negeri maupun swasta yang menerima dana BOS. Petunjuk teknis BOS menyebutkan bahwa pembelian buku diutamakan untuk membeli buku teks pelajaran yang diterbitkan oleh Kemendikbud,” ujarnya.

Diungkapkan Lubis, bila mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tentang komite sekolah, maka di dalam aturan telah membahas juga tentang pelarangan menjual buku kepada siswa.

“Maka itu kami harapkan agar pihak sekolah bisa mentaatinya. Jangan sampai membebani orang tua siswa karena kemampuan ekonomi setiap orang tak bisa disamakan apalagi ini masih masa pandemi menuju endemi,” tukasnya.

Diungkapkannya, seharusnya sekolah memanfaatkan penggunaan aplikasi SIPLA. Karena aplikasi ini bertujuan untuk menghilangkan peluang antara kepada sekolah dengan pihak penerbit melakukan kaloborasi dalam proses pembelian buku untuk mendapatkan keuntungan finansial.

“Dalam proses pembelian buku itu tanpa menggunakan aplikasi SIPLA, kepala sekolah bisa saja dapat fee sebesar 40 persen dari total jumlah penjualan buku tersebut,” tegasnya.

“Hal ini amat bertentangan dengan pernyataan Gubernur Sumsel Herman Deru yang mengaku sangat mendukung pendidikan gratis yang berkeadilan, serta memiliki mutu dan kualitas yang sama,” imbuhnya.

Terkait hal ini, Kepala SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung Anis Joko Santoso saat dikonfirmasi oleh media ini kepala sekolahnya tidak ada jawaban.
(Hasan)

Komentar