MABES BHARINDO BANYUWANGI,27 Maret 2021 -Periode ulang Perhitungan Banjir Rencana, untuk area wilayah daerah Kota/Kecamatan Banyuwangi perlu diwaspadai. Setidaknya mitigasi bencana potensi Banjir Besar yang akan menerjang Kota Banyuwangi, perlu segera dikaji lebih mendalam dan segera mengambil tindakan yang lebih serius, tidak menunggu bencana itu datang dahulu, baru tindakan pengkajian dan penyusunan narasi ilmiah berbagai ahli dan konsultansi berdatangan memenuhi kolom komentar pemberitaan nantinya bila terlanjur terjadi. Periode ulang banjir besar akan terjadi dalam Waktu/Periode yang akan semakin pendek umur tahun bencana datangnya. Periode ulang Banjir Rencana dapat menggunakan sebagai design rancangan mitigasi, membangun berbagai kesiapan dan antisipai tahapan-tahapan/milestone rencana dalam rekayasa, sebagai upaya mereduksi potensi bahaya yang akan datang.
Umur perhitungan Banjir Rencana semakin tahun akan semakin pendek, secara kajian ilmiah dapat menggunakan perode ulang 25, 50, 100 Tahunan. Tegantung pada tingkat kerusakan maupun perubahan alam dan lingkungan yang mempengaruhinya. Sudah sangat jarang design rencana/Banjir Rencana yang mempergunakan minimal 25 tahun atau 50 tahun. Dahulu Banjir Kota Jakarta bicara Periode ulang 7 tahunan (1995) dan sekarang bergeser 4 Tahunan. Dahulu menggunakan C/Koef Limpasan angkanya mendekati diangka 1, berarti Debit dan sesaat akan terjadi, elevasi muka banjir pada sungai cepat terjadi (suatu saat Banjir Besar di Banyuwangi khususnya wilayah Kota akan benar-benar datang dengan membawa dampak yang lebih besar)
Dengan perencanaan, penataan, pengawasan dan pengendalian alam dan lingkungan, dari wilayah Hulu maupun Hilir Sungai (DAS) yang mengalir ke Arah Kota Banyuwangi merupakan suatu antisipasi sebagai upaya mereduksi potensi bahaya. Bila sangat mungkin mengembalikan sebagai naturalnya kondisi existing, sehinga Limpasan Air, tidak mendekati/ diatas angka 1 (merencanakan di angka 0,5-0,7 aman)
sebagai alur pembawa limpasan air tidak segera diperbaikinya terlambat dalam pengaturan dan penyusunan berbagai peraturan dan kebijakan yang terlaksana bersama, dengan berbagai pihak yang menjaga fungsi-fungsi Hutan Lindung, Konservasi, Produksi dan Pemegang Hak HGU Perkebunan, Pemkab Banyuwangi, Perhutani, BKSDA, dan Pertanahan dan APH) untuk segera berkomunikasi dan berkomitmen kesepakatan mempertegas kembali memperbaiki alam dan lingkungan dari kerusakan dan ekploitasi SDA bagian Hulu Sungai. Salah satunya adalah menaturalisasi dan mengembalikan Fungsi Tangkapan Air/Catchment Area, Merapatkan kembali Fungsi Hutan dengan Tanaman Keras/Tegakan, bukan tanaman kecil hortikultura, buah buahan) dengan membuka lahan lahan sewa di bagian hulu dan lereng gunung, skema permainan izin tebang, dan lamanya izin tanam merupakan dalih dalam merubah fungsi hutan. APH harus hadir dan bertindak tegas. Perubahan fungsi hutan HGU, seolah menjadi hal yg menguntungkan, padahal bencana besar akan datang.
Aliran sungai yang berada di wilayah Kota Banyuwangi, yang sangat rawan akan bencana banjir besar, adalah wilayah Sungai Hulu Hilir Bagong, Sungai Sobo, Sungai Kalilo, Sukowidi, Bulusan. Sungai-sungai tersebut merupakan kesatuan dari aliran hulu yang berada pada DAS dan Catchment Area di beberapa Gunung Ijen. Jarak antara tanah dataran dan wilayah elevasi ketinggian Kota dengan Wilayah Kaki Gunung Ijen merupakan kontur /elevasi yang tergolong sangat dekat. Apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi wilayah hulu dan hilir (kota) dan durasi waktu agak panjang, maka akan menimbulkan luapan dan debit sesaat yang tinggi, artinya banjir datang tiba-tiba.
Limpasan Air dengan semakin menurunnya fungsi Hambatan/Risistensi, makan air akan semakin cepat sampai di Wilayah kota Banyuwangi, tanpa ada storage tampungan di dalam tanah, air melimpas di permukaan, dengan membawa batuan/tanah yang menggelinding dan membesar, masuk ke sungai atau jatuh sebagai longsoran.
Hutan di wilayah Gunung Ijen yang semakin Gundul, pemanfaatan tanah yang semakin masif, perubahan Tanaman pada wilayah HGU, lambatmya penanaman kembali tegakan pohon, merupakan kegiatan yang semakin mempertinggi resiko bencana. Kegiatan-kegiatan tersebut juga menghilangkan mata air, memperkecil debit sungai irigasi, sedimentasi yang sangat tinggi, hilang dan rusaknya unsur hara tanah, limpasan yang menggerus dan merusak karakteristik sungai, cepat naiknya muka air/elevasi, rusaknya lahan pertanian, rusaknya dan menurunnya fungsi irgasi, menurunnya produktifitas pertanian, adalah dampak yang akan sering terjadi periode ulangnya, dan sangat mahal perbaikan pemeliharaannya.
Bencana banjir bandang, kerusakan menurunnya fungsi lingkungan, infrastruktur dan timbulnya korban jiwa akan realitas bahaya yang pastinya akan tiba. Segera hal ini haruslah didorong sebagai tanggung jawab bersama, para pemangku kepentingan yang ada di Kabupaten Banyuwngi, bukan hanya di Wilayah Kota yang menjadi Potensi Bahaya, tapi seluruh Kabupaten Banyuwangi. Aparatur Hukum terutama Kepolisian segera menindak para pelaku yang penggundulan hutan, permainan kayu/penebangan, memproses pejabat yang bermain dalam pemotongan dan izin tebang sembarangan, yang merubah fungsi izin HGU. Mereka hanya menguntungkan segilintir dan kelompok saja, tapi dampaknya akan sangat merugikan Masyarakat Banyuwangi.
(Tim wartawan)
Komentar