MabesBharindo, Jakarta – Polri mengungkap pernyataan Irjen Napoleon Bonaparte yang menyeret nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo terkait pertemuannya dengan Tommy Sumardi, tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit terungkap dalam persidangan dengan agenda kesaksian Napoleon Bonaparte untuk terdakwa Tommy Sumardi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Selasa (24/11/2020) kemarin.
“Itu keterangan siapa? (Napoleon) ada di BAP tidak, makanya dengerin pengadilan itu akan transparan kok. Fakta-fakta hukumnya tidak ada,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Rabu (25/11/2020).
Awi menjelaskan, bahwa keterangan Napoleon Bonaparte tidak sesuai dengan fakta hukum dimana tidak ada saksi dan bukti hal tersebut terjadi.
“Kalau ada fakta-fakta hukum itu kan mesti ada saksinya, ada ini, kayak gitu-gitu. Sama kita membuat konstruksi hukum dalam proses ini, makanya saya bilangin dengarkan sampai selesai itu sidang. Jangan terlalu banyak komentar dulu, lihat fakta-faktanya,” ujar Awi.
Sebelumnya, Mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte bersaksi di sidang perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) dari daftar red notice Polri. Napoleon Bonaparte bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi.
Napoleon Bonaparte yang juga terdakwa dalam perkara ini menyeret nama Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, dalam persidangan.
Kata Napoleon, Tommy menyebut kedekatannya dengan Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Bahkan, Tommy menawarkan diri untuk menelepon Kabareskrim saat pertemuan itu namun ditolak Napoleon.
“Lalu dia bercerita, terdakwa yang mengatakan, ini bukan bahasa saya, tapi bahasa terdakwa pada saya, menceritakan kedekatan beliau, bahwa ke tempat saya ini sudah atas restu Kabareskrim polri. Apa perlu telepon beliau? Saya bilang tidak usah,” ujar Napoleon menirukan Tommy Sumardi.
“Saya bilang kabareskrim itu junior saya, tidak perlu. Tapi saya yakin bahwa kalau seorang Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari bareskrim dibawa ke ruangan saya, ini pasti ada benarnya,” sambungnya.
lanjut Napoleon, Tommy kemudian menelepon seseorang yakni Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Telepon Tommy pun sempat diserahkan ke Napoleon.
“Terdakwa menelpon seseorang. Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya pada saya. Saya bilang siapa yang anda telepon mau disambungkan pada saya? Terdakwa mengatakan bang ajis, ajis siapa? Azis syamsuddin. oh wakil ketua dpr RI? Ya. Karena dulu waktu masih pamen saya pernah mengenal beliau, jadi saya sambung, asalamualaikum, selamat siang pak ajis, eh bang apa kabar. Baik,” katanya
Dalam pembicaraan antara Napoleon dengan Azis Syamnsuddin, dirinya sempat meminta arahan terkait kedatangan Tommy Sumardi ke ruangannya.
“Ini di hadapan saya ada datang Pak Haji Tommy Sumardi. Dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice. Mohon petunjuk dan arahan pak. Silahkan saja, pak Napoleon. Baik. Kemudian telepon ditutup, saya serahkan kembali. Menggunakan nomor hape terdakwa,” kata Napoleon.
Sekadar informasi, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa oleh jaksa penutut umum telah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS atau senilai Rp6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).
Uang itu diduga sebagai upaya untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi). Untuk melancarkan aksinya, Djoko Tjandra dibantu oleh rekannya, Tommy Sumardi.
Irjen Napoleon diduga melakukan upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dari DPO bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Komentar