Halim Perdanakusuma, Tokoh Penting TNI AU yang Gugur Karena Pesawatnya Jatuh

Nasional723 Dilihat

Abdul Halim Perdanakusuma. (Foto: Situs TNI AU)


MABES BHARINDO.COM___⭐⭐⭐

JAKARTA – Nama Halim Perdanakusuma terdengar tak asing di telinga kita. Nama yang diabadikan menjadi bandara di Jakarta Timur itu berasal dari tokoh penting TNI AU di masa penjajahan Belanda.

Sebelumnya, TNI AU atau Angkatan Udara adalah Tentara Nasional Indonesia yang bertugas menjaga kedaulatan NKRI, melalui pertahanan udara nasional. Berdasarkan Pasal 10 Bab IV Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tugas TNI AU yaitu:

1. Melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan

2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi

3. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara

4. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara

Hari Angkatan Udara Nasional jatuh pada 9 April setiap tahunnya. Tahun ini, TNI menapaki HUT TNI AU ke-77.

Salah satu tokoh pendiri TNI AU adalah Abdul Halim Perdanakusuma. Pria kelahiran Sampang Madura itu mendirikan TNI AU di usia yang masih sangat belia. Bagaimana profil dan perjuangan Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma? ini sejarah lengkapnya.

Profil Halim Perdanakusuma

Lahir dengan nama lengkap Abdul Halim Perdanakusuma di Sampang Madura pada tanggal 18 November 1922. Putra dari Haji Abdulgani Wongsotaruno dan Raden Ayu Aisah itu merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai Patih dan penulis.

Pendidikan yang pernah diikuti oleh Abdul Halim Perdanakusuma, yaitu HIS di Semarang lulus tahun 1934, MULO di Surabaya lulus pada tahun 1938 dan melanjutkan ke pendidikan Pamong Praja Hindia Belanda (MOSVIA) di kota Magelang.

Menjelang akhir tahun 1939 di Eropa pecah perang dunia ke II. Saat Belanda diduduki Jerman, Pemerintah Hindia Belanda segera mengeluarkan peraturan wajib militer (milisi) bagi rakyat Hindia Belanda termasuk di daerah jajahannya untuk menghadapi kemungkinan perang di wilayah Asia termasuk Indonesia.

Saat itu, Abdul Halim Perdanakusuma muda masih duduk ditingkat dua sekolah MOSVIA tidak luput dari kewajiban milisi tersebut. Angkatan Laut Hindia Belanda mengirimnya untuk mengikuti pendidikan opsir (calon perwira) Torpedo di Surabaya.

Selama Perang Dunia II dalam menjalankan masa penugasan sebagai militer, Abdul Halim Perdanakusuma tercatat pernah bertugas di Royal Canadian Air Force dan Royal Air Force dengan pangkat Wing Commander dan mendapat tugas di skadron tempur pesawat Lancaster dan Liberator.

Turut Membangun TNI AU

Setelah terjadinya pertempuran di Surabaya antara pasukan Indonesia dengan pasukan sekutu Inggris, Komodor Udara R Soerjadi Soerjadarma bersama dengan Komodor Muda Udara Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh tengah sibuk membangun kekuatan udara.

Ketika R. Soerjadi Soerjadarma mendengar perihal Halim yang baru saja dibebaskan, maka ia segera memerintahkan untuk menghubungi dan mengajak Halim agar turut mengabdi kepada perjuangan bangsa Indonesia. Tanpa banyak pertimbangan Halim Perdanakusuma menerima tawaran itu.

Sejak saat itu, Abdul Halim Perdanakusuma memulai tugas barunya ikut serta membina serta merintis perkembangan Angkatan Udara Republik Indonesia atau AURI dengan pangkat Komodor Muda Udara.

Sesuai dengan keahlian dan pengalaman yang dimilikinya, Halim diserahi tugas sebagai Perwira Operasi Udara. Menurut situs resmi TNI AU, ia bertanggung jawab atas pelaksanaan operasi udara.

Sepeninggalan Komodor Muda Udara A Adisutjipto, Halim Perdanakusuma menggantikan posisi Adisutjipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Di tengah kesibukannya dalam melaksanakan pengabdian di AURI, pada tanggal 24 Agustus 1947 Halim melaksanakan pernikahan dengan Koesdalina di Madiun.

Dua bulan setelah menikah Halim mendapat tugas membangun angkatan udara di Sumatera serta persiapan sebagai basis perjuangan apabila pangkalan-pangkalan udara di Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda.

Akhir Hayat

Dalam pembangunan AURI di Sumatera ini, Halim diangkat sebagai Komandemen tentara Sumatera. Ia bersama Iswahjudi disibukkan dengan misi mengangkut senjata dan amunisi.

Mereka berdua harus menembus blokade udara Belanda yang sangat ketat. Penerbangan dilakukan pada malam hari dengan tujuan negara tetangga untuk mengangkut persenjataan yang telah disiapkan. Selama membangun AURI di daerah Sumatera, Halim berhasil menjalin kerjasama dengan tentara dan masyarakat di daerah itu.

Halim pun mencari bantuan ke luar negeri. Naas, sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, pesawatnya terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia, yang disertai dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan sang pilot sehingga pesawat jatuh di pantai.

Abdul Halim Perdanakusuma disemayamkan di Masjid Adki dengan diselimuti bendera merah putih. Di atas makam itu, oleh Cik Gu Zaenal Abidin Bin H. Ibrahim dipancangkan nisan yang bertuliskan jenazah Komodor Muda Udara A Halim yang gugur di Tanjung Hantu tanggal 14 Desember 1947.

Untuk menghargai dan menghormati jasa-jasa atas pengabdiannya, nama Halim Perdanakusuma diabadikan mengantikan nama Pangkalan Udara Cililitan berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 tanggal 17 Agustus 1952.

Pimpinan TNI AU juga telah menganugerahkan kenaikan pangkat luar biasa menjadi Laksamana Muda Udara Anumerta. Kemudian pada tanggal 15 Februari 1961 pemerintah menganugerahkan tanda jasa Bintang Maha Putera Tingkat IV. Tanggal 9 Agustus 1975, Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 063/TK/1975.

(Sumber : Detik Edu)

Editor : Khoirul Anam

Komentar