Ekspor Edamame dan Porang Kian Cerah, Ditengah Kelamnya Pandemi

Ekonomi & Bisnis305 Dilihat

Webinar Forwatan : Mendorong Ekspor Berbasis Kawasan | Sumber Foto : Forwatan

JAKARTA I MABESBHARINDO.com — Ekspor produk pertanian menunjukkan ketangguhannya selama pandemi Covid-19. Perubahan gaya hidup masyarakat dunia untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh membuat permintaan produk pertanian seperti edamame dan porang justru meningkat.

Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian memberikan dukungan kepada upaya peningkatan ekspor pertanian sesuai program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks).

Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementan, Bambang menjelaskan sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait peningkatan ekspor pertanian tiga kali lipat (GRATIEKS) terus mendorong ekspor komoditas pertanian melalui berbagai aspek.

“Kami sangat terbuka dan mendukung ekspor produk andalan seperti edamame dan porang. Silakan menghubungi badan karantina pertanian di daerah masing-masing untuk berdiskusi dan berkoordinasi apabila ada kendala,” katanya saat Webinar Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN): Mendorong Ekspor Berbasis Kawasan, Sabtu (7/8/21).

Webinar terselenggara atas dukungan Barantan Kementerian Pertanian dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. Ada tiga pembicara dalam webinar yaitu Erwan Santoso (Presdir PT Gading Mas Indonesia Teguh ), Deny Welianto (Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara), dan Abdul Rahman (Pejabat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Badan Karantina Pertanian).

Karantina Pertanian berupaya mendukung peningkatan ekspor melalui program GRATIEKS. Misalnya, peningkatan informasi, dan menjalin kerjasama dengan entitas terkait baik di pusat maupun daerah. “Kami berharap dapat menambah kemanfaatan atau kesejahteraan bagi petani dan pelaku agribisnis,” ujarnya.

Bambang yang pernah menjabat Dirjen Perkebunan ini berpesan dan mengajak para pelaku usaha dan petani dalam negeri untuk disiplin terhadap tuntutan pasar global. Untuk itu ia mendorong petani dan pengusaha agar menyesuaikan pangsa pasar internasional agar produk pertanian dalam negeri bisa mendapatkan harga jauh lebih bagus.

“Setiap bangsa di dunia ini berupaya mengamankan warganya dari potensi bahaya bagi kesehatan. Saya pikir tanggung jawab ini juga melekat di kita terkait erat dengan tugas Balai Karantina yang juga bertangung jawab mengamankan resiko-resiko dari bahaya bagi kesehatan,” tambahnya.

Salah satu produk yang permintaannya naik saat pandemi adalah edamame. Presiden Direktur PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT), Erwan Santoso, mengakui, di dalam negeri produk edamame segar mengalami peningkatan permitaan saat pandemi Covid-19. Sebagian besar diserap kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali.

“Perusahaan dapat menjual ratusan ton edamame segar ke berbagai kota besar terutama Bali. Sebab, banyak wisatawan terutama asal Jepang yang mengunjungui Bali,” ujarnya. Jenis edamame untuk pasar domestik antara lain edamame segar, edamame beku (edashi), mukimame (edamame kupas).

Bukan hanya di dalam negeri, permintaan di pasar ekspor juga menggiurkan. Jenis edamame yang banyak permintaannya adalah edamame beku, mukimame, dan okra  beku. “Tren pasar ekspor edamame sangatlah bagus. Di kala pandemi, ada kenaikan permintaan di negara tujuan ekspor. Baru tahun lalu, kami mulai ekspor edamame,”ujar Erwan.

PT GMIT mulai terjun ke bisnis edamame sejak 2015 dengan membeli dari petani mitra dan menjualnya ke pasar domestik. Perusahaannya berkomitmen dan fokus pada manajemen keamanan pangan (food safety).

Dengan kapasitas pabrik mencapai 6.000 ton/tahun, GMIT telah menerapkan standar internasional dengan memerhatikan food safety, food quality, dan traceability.  Konsep food safety ini menuntut kemampuan industri pengolahan menerapkan sistem keamanan pangan di setiap unit proses dan pengadaan bahan baku, sehingga produknya aman dikonsumsi.

“Dalam food safety ini melibatkan banyak dokumen yang harus disediakan bagi tujuan ketertelusuran jika terjadi komplai atau ketidaksesuaian,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Erwan, perusahaan juga menjalin pola kemitraan KSO ditujukan untuk mengubah perilaku petani dari cara konvensional menuju pertanian berbasis standar global, sehingga dicapai hasil sesuai spesifikasi pembeli.  “Dalam program KSO, GMIT memberikan dukungan berupa teknik budidaya edamame, memberi bantuan modal, dan jaminan pasar,” katanya.

Porang, sang Primadona Baru

Selain edamame, komoditas porang juga kini naik daun di pasar mancanegara. Bahkan porang masuk dalam komoditas super prioritas untuk mendorong laju ekspor produk pertanian. Kementerian Pertanian pun mengajak petani yang lahannya potensial untuk budidaya porang untuk mengembangkan.

Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara, Deny Welianto mengatakan, ekspor porang tahun 2020 mencapai 20.541.112 kg dengan nilai Rp 821,64 miliar.  Eksporanya ke Cina, Vietnam, Thailand, Laos, Taiwan, Myanmar, Malaysia, Timor Leste, Australia dan Jepang.

Sementara tahun ini sampai Mei 2021, volume ekspor porang sebanyak 678.009 kg dengan nilai Rp 27,12 miliar. Ekspornya ke Thailand, Vietnam, Jepang, AS, India, China dan Qatar.

“Pada tahun 2020, sebagian besar ekspor porang ke China yakni sekitar 47,84 persen dari total ekspor. Jumlah pengiriman ekspor porang ke China sebanyak 130 kali,” tuturnya.

Namun Deny menilai, harga porang yang dihasilkan petani di Indonesia belum ada standarisasinya, sehingga menjadi problem bagi petani untuk pengembangan budidaya porang secara masif.

Data menyebutkan tahun 2015 harga umbi porang Rp 2.500 – 3000/kg, harga bibit katak Rp 25.000 – 50.000/pohon dan harga Chips Porang  Rp 20.000 – 24.000/kg. Sedangkan tahun 2020, harga umbi porang Rp 7000 – 14.000/kg, harga bibit katak Rp 250.000 – 450.000/pohon, sedangkan harga chips porang Rp 50.000 – 70.000/kg.

Sementara tahun 2021, harga umbi porang Rp 6.000 – 7.500/kg, harga bibit katak Rp 125.000 – 200.000/pohon dan harga chips porang Rp 43.000 – 45.000/kg. “Dalam pamasaran, industri yang mengelola porang masih terpisah-pisah. Akibatnya mobilisasi petani untuk memasarkan menjadi lebih berat, atau menambah biaya produksi ketika panen,” katanya.

Kepala UPT Karantina Pertanian Balikpapan, Abdul Rahman, yang mewakili Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, A.M Adnan meminta petani mulai menanam porang dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Pracliices (GHP), seperti yang persyaratan China.

“Saya juga meminta petani porang agar tidak menggunakan pupuk kimia sebagaimana yang disyaratkan dalam draf protokol ekspor chip porang ke Tiongkok,” katanya.

(Red)

 

Komentar