Bea Cukai Batam 86 Dengan Penyeludup Rokok Ilegal,Ombudsman Kepri.? ini Permainan

Kantor Bea Cukai Batam

MABES BHARINDO Kepri,Batam-Ombudsman Kepri soroti kinerja penyidik Bea Cukai Batam terkait pembebasan pelaku penyelundupan rokok ilegal “86” dengan menggunakan Ultimim Remedium. Dimana, Nahkoda dan 6 ABK lainnya dibebaskan setelah dikenakan sanksi adminstrasi bayar denda dan pajak. “Tidak seharusnya Bea Cukai melakukan hal itu. Ultimim Remedium memang opsi terakhir tapi bukan maksudnya bahwa opsi ini menjadi prioritas.

Karena ini kan jelas-jelas sudah ada barang bukti,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari kepada expossidiknews.com jaringan pelitatoday.com, Sabtu (11/5/2024) lalu. Jadi, kata Lagat menjelaskan, bahwa kasus itu bukan mens rea lagi, tapi sudah peristiwa hukum dalam berupa penyelundupan barang yang dilarang. “Maka, keliru BC Batam kalau kemudian melakukan langsung pembebasan tehadap pelaku dengan hanya membayar denda dan sanksi administrasi. Karena ini sudah jelas peristiwa pidana,” tegasnya.

Lanjutnya, karena prinsip penegakan hukum salah satu tujuannya adalah mencegah supaya peristiwa hukum yang sama itu tidak dilakukan oleh yang bersangkutan kembali atau pihak lain.“Maka penegakkan hukum itu harus tegas disini. Kalau begini kan tidak tegas. Tidak menimbulkan soft terapi terhadap pelaku dan calon pelaku kejahatan yang sama,” ujar Lagat. “Maka akan bisa lagi terulang perbuatan kejahatannya lagi, karena nanti ujung-ujungnya dibebaskan atau negosiasikan lah dengan penyidik. Kan begitu,” tambahnya. Jadi gak benar ini, kata Lagat. Harusnya, BC Batam melakukan penegakkan dalam penyidikan. Setidaknya untuk Nahkoda, karena dalam penyeludupan ini memang ABK itu tidak dapat dipersoalkan.

Tapi kalau Nahkoda itu sebagai penanggungjawab. “Nah kita gak tau ini kalau ini dibebaskan, bagaimana barang bukti, gimana kapal speed boad itu mengingat harganya itu bisa sampai 2,3 Milyar dan barang bukti tangkapan rokok ilegal bisa sampai 1 Milyaran. Itu gimana? apa itu dibebaskan juga setelah bayar denda. Kan tidak,” tegas Lagat. Dalam penegakkan hukum secara umum, pembayaran denda itu bukan menghilangkan perbuatan pidananya, kan gitu. “Jadi keliru kalau kemudian bahwa mereka bilang UR itu bukan opsi utama. Kecuali tadi nahkodanya tidak kelihatan dan ABK saja yang diamankan dan barang bukti, misalnya. Ya mungkin bisa jadi. Ini harus transparan, apakah barang bukti dirampas untuk negara. Kan tidak jelas beritanya itu. Apa yakin Nahkoda itu dibebaskan karena bayar denda.

Apakah iya kapal speed boat nya dan barang bukti nya akan dilepaskan, biasa ini kan permainan-permainan yang kadang Bea Cukai itu kan menunggu agak adem dulu hingga nanti hilang di publik. Jadi gak benar itu, salah itu Bea Cukai. Harusnya BC Batam melakukan penegakkan hukum yang tegas tehadap pelaku yaitu Nahkoda. Kalau ABK memang itu harus dibebaskan. Itu Hukumnya sudah demikian. karena dia adalah anak buah kapal yang dalam konteks dalam UU tidak bertanggungjawab atas penyeludupan itu, kecuali perdagangan orang.

Tapi kalau penyeludupan tidak. Lagat menjelaskan, terlaksananya mekanisme Ultimum Remedium tehadap pelaku, otomatis kasus akan berhenti dan tidak sampai ke kejaksaan atau pengadilan. “Kasus Itu sudah pasti berhenti. UR itu merupakan penegakkan hukum yang harus diberikan kepada kejahatan yang memang telah memenuhi unsur-unsur yang harus dipidanakan, 4 tahun ke atas, maka saya bilang tadi Nahkoda sudah ada. Jadi sekali lagi, UR itu adalah proses yang harus ditegakkan, bukan

dinegosiasikan deliknya itu kepada si pelaku,” ungkap Lagat. Menurut Lagat, sanksi yang diberikan BC Batam terhadap pelaku penyelundupan tersebut bertolak belakang semangat untuk pemberantasan penyelundupan. “Kalau begini semua di negosiasikan, bisa-bisa orang akan berani untuk melakukan penyelundupan. Kan bisa lepas. kalau kena, nanti ganti rugi atau denda,” katanya.

Komentar