MABESBHARINDO.com I JAKARTA – Potensi bahan pangan yang ada di Indonesia sangat melimpah. Jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi bahan pangan lokal masih cukup banyak. Salah satunya talas.
Hanya saja, memang perlu upaya untuk memaksimalkan potensi bahan pangan yang melimpah tersebut di negeri sendiri guna mendorong diversifikasi pangan. Strategi pun pemerintah siapkan dari mulai ketersediaan hingga pasarnya.
“Untuk program diversifikasi pangan lokal, kita punya tagline kenyang gak harus nasi, be smart is smart. Ini semua kita usung untuk mengarahkan ke konsumsi pangan lokal kita,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan,Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi saat, Rabu (21/7/21).
Dalam program diversifikasi pangan ini berbasis kearifan lokal yang fokus pada satu komoditas per propinsi yang memiliki nilai tambah. Misalnya, ubi kayu, jagung, pisang, sagu dan talas.
“Upaya yang kita lakukan dengan dua cara. Pertama dengan pengembangan diversifikasi pangan lokal dengan makan karbohidrat non beras, termasuk. Kedua, pangan pekarangan lestari untuk pangan lokal non beras,” tuturnya.
Agung mengatakan, target pemerintah untuk diversifikasi pangan ini yakni menurunkan konsumsi beras dalam 5 tahun ke depan sampai 2024 sekitar 5 kg perkapita pertahun. Dari 94,9 kg perkapita pertahun menjadi 85,0 kg perkapita pertahun.
Beberapa komoditas yang pemerintah dorong peningkatan konsumsi pangan non karbohidrat lain non beras adalah pisang, talas, kentang, sagu, jagung dan ubi kayu. “Talas sendiri kita harapkan konsumsinya meningkat 0,6 kg perkapita pertahun sampai 3,7 kg perkapita pertahun sampai 2024,” ujarnya.
Agung mengakui, talas berpotensi untuk diversifikasi pangan. Pemerintah telah menyiapkan tiga strategi dalam diversifikasi pangan.Pertama, peningkatan produksi/ketersediaan komoditas talas. Kedua; promosi melalui format peraturan gubernur/bupati/kota, dan media sosial.
Ketiga, memperbaiki akses masyarakat terhadap pangan lokal melalui penguatan UMKM, fasilitasi KUR, pendampingan dan branding, serta membuka pasar, baik melalui digital dan market place. “Saya ingin orang nanti mau makan talas, jangan disuruh cabut dan kupas dulu, tapi bisa mendapatkan dalam bentuk frozen talas,” ujarnya.
Agung melihat konsumsi talas sejak empat tahun terakhir cenderung turun. Jika tahun 2017 mencapai 0,88 kg/kapita/tahun, maka tahun 2020 hanya 0,45 kg/kapita/tahun. Target pemerintah konsumsi talas bisa meningkat 1,8 kg/kapita/tahun. “Untuk mengangkat konsumsi cukup berat, karena dalam empat tahun terakhir turun terus,” ujarnya.
Saat ini sentra produksi talas yakni, Jawa Barat (Bogor, Cianjur, Kuningan, Cisarua), Jawa Tengah (Temanggung, Gunung Lawu dan Wonogiri), Jawa Timur (Malang), Kalimantan Barat (Mempawah), Sumatera Barat dan Papua Barat.
“Sejauh ini data jumlah produksi talas di Indoenesia belum tercatat dalam statistika nasional, dan masih sebatas data statistika provinsi dan kabupaten/kota,” katanya.
(Red)
Komentar