Tambang Rajuk Sungai Manggar Belitung Timur Benarkah Lengkap Dengan Mengantongi Izin WPR 

Hukum & Kriminal562 Dilihat

Tambang Rajuk Sungai Manggar Belitung Timur Benarkah Lengkap Dengan Mengantongi Izin WPR

 

MabesBharindo.com

 

Maraknya Tambang Rajuk di Belitung Timur Manggar wilayah sungai Manggar, belum jelas legalitasnya. Dilokasi tersebut mereka melibatkan APRI, beberapa sumber yang tidak mau menyebutkan identitasnya menjelaskan lokasi tersebut berizin WPR oleh APRI.

 

Menurut pantauan media, dilokasi tersebut ada pos penjagaan, seseorang dari mereka menyebutkan kami semua APRI, yang menjadi pertanyaan saat ini, benarkah APRI mengantongi izin WPR, amdal serta IPR. Ini perlu diketahui.

 

Ketua APRI Belitung Timur Rudi Juniwira, di konfirmasi lewat whatsapp tidak balas menjawab ketika pihak awak media MabesBharindo mempertanyakan keberadaan APRI di tambang Rajuk sungai Manggar desa Sukamadi Belitung Timur tentang izin tambang tersebut.

 

Ketua LSM Fakta Belitung Timur Ade Kelana, juga ikut bicaraengan sudah ditetapkannya WPR di Kabupaten Belitung Timur, sesuai dengan perjuangan semua pihak, yang berniat agar penambangan rakyat menjadi legal dan terlindungi secara aturan. Untuk itu saya menghimbau agar Para penambang sudah menyetop kegiatan penambangan secara ilegal baik secara administrasi ataupun dilokasi penambangan yang diluar ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Penambangan dilokasi ilegal sudah tentu banyak menyandra banyak pihak dengan pandangan dan pemikiran yang mungkin sama yaitu agar dapat memberi penghidupan bagi masyarakat Beltim sebelumnya.

 

Walaupun banyak juga dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjadi sumber Pendapatan. Namun dengan telah terbitnya WPR untuk daerah Belitung Timur, sudah sepatutnya menjadi perhatian dan pemahaman keadaan dan situasi yang ada saat ini bagi semua pihak, terutama APH untuk segera melakukan penertiban disemua lokasi terlarang, silahkan mengikuti semua prosedur yang ada.

Dari sisi regulasi, ” Pertambangan ilegal melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160, ” tegas Ade Kelana.

 

KETUA Ormas Laki DPC Beltim menyoroti dan menghimbau terhadap lahan tambang yang tidak mengantongi izin. Kepada APH dan instansi terkait mohon segera usut tuntas bagi siapa pun yang sudah merusak lingkungan tanpa Izin dengan secara sengaja melawan hukum, merupakan suatu kejahatan pengrusakan lingkungan yang harus dipertanggung jawabkan . Dan kepada institusi terkait, dari mulai perizinan hingga penegak hukumnya, agar menyikapi masalah ini dengan derius. Kami selalu mendukung akan hal itu, kami percaya dan berharap kepada pejabat dinas dan aparat penegk hukum kita di Beltim ini ” Ujar Suryadi Wahid, ketua DPC Ormas LAKI, Laskar Anti Korupsi Indonesia.

 

Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

 

Dampak Negatif PETI

 

Perhatian khusus Pemerintah terhadap praktik penambangan tanpa izin ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian PETI, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

 

Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

 

“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.

 

Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

 

“Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai. Bahaya lain yang ditimbulkan PETI adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan,” pungkas Sunindyo.

 

Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah. (DKD)pty

 

Wakabiro; Media MabesBharindo Suhartono

Komentar