Ritual Jamasan Pusaka di HUT Ngawi ke 663 Bertempat di Ruang Data Pendopo Wedya Graha Ngawi, Minggu (04/07/21).
MABESBHARINDO.COM ll NGAWI – Dalam rangka memperingati hari jadi Ngawi yang ke- 663, bertempat di Aula Ruang Data Pendopo Wedya Graha digelar Jamasan Pusaka. Ritual jamasan pusaka telah menjadi tradisi dalam peringatan Hari Jadi Ngawi tiap tahunnya, Minggu (04/07/21).
Dalam prosesi jamasan pusaka ini, ada dua pusaka berupa Tombak yang dijamas diantaranya KIYAI SINGKIR dan KIYAI SONGGO LANGIT, juga dua payung pusaka yakni TUNGGUL WULUNG serta TUNGGUL WARONO dengan air ritual khusus yang telah disiapkan oleh para sesepuh Ngawi.
- Baca Juga : Hingga Akhir Juni Polri Tangani 9.875 Perkara Premanisme
- Baca Juga : Pesan Kapolri ke-700 Capaja: Sinergitas TNI-Polri Harga Mati Wujudkan Indonesia Maju
Prosesi jamasan ini diawali mundhut (mengambil) dan lolos (menghunus) pusoko Kyai Singkir dan Songsong Tunggul Wulung, Kyai Songgo Langit serta Songsong Tunggul Warono oleh Parogo (Pelaksana) selanjutnya diserahkan kepada Pangasto Pusoko (Pemegang Pusaka) Saat prosesi jamasan (Pecucian/Pemandian) diiringi rerepan gending Jamasan Pusoko, kemudian begitu selesai dikembalikan ke gedung pusaka.
“Para peraga yang biasanya diperagakan banyak orang, untuk ritual jamasan kali ini, hanya dilakukan dua orang saja yakni Bupati dan Sekda Ngawi. Acaranya hanya menyerahkan pusaka ke para sesepuh untuk dijamasi,” tutur Zainal Fanani, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ngawi.
Tradisi jamasan pusaka tahun ini juga dilaksanakan dengan lebih cepat. Selain itu juga menghilangkan kirab atau arak-arakan serta membatasi peserta. Bila biasanya pimpinan daerah hadir secara lengkap, tahun ini hanya Bupati dan Wabup, ketua DPRD, Kajari dan Kepala PN Ngawi saja yang hadir.
“Ritual jamasan sengaja kita percepat, kita tetap lakukan acara ini namun dengan beberapa penyesuaian sesuai prokes. Jamasan ini juga sebagai bagian dari adat dan budaya yang perlu dilestarikan,” terang Zainal Fanani.
Bupati Ngawi usai acara ritual jamasan menyampaikan, bahwa jamasan pusaka kali ini dibatasi, “Jamasan pusaka, biasanya dihadiri seluruh kepala OPD, Camat, Perwakilan kepala Desa sampai 300 orang kali ini hanya dihadiri tak lebih dari 30 orang yakni Forkopimda beserta istri ditambah warogo dan yang menjamas. Hal ini adalah bentuk komitmen kami melaksanakan PPKM Darurat tapi masih menyelenggarakan tradisi budaya dalam rangka hari jadi Kabupaten Ngawi ke – 663,” jelasnya.
Ony Anwar juga menjelaskan, esensi dari Jamasan Pusaka adalah bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk Kabupaten Ngawi agar selalu diberikan ketentraman, keamanan serta kondusifitas yang diwujudkan dalam sebuah tradisi, “Menjamas pusaka atau piandel yang digunakan oleh pimpinan terdahulu dalam melawan penjajah dan merupakan simbol perjuangan yang harus kita jaga dan tetap di uri-uri serta di lestarikan, sebagai tradisi yang esensinya wujud syukur karena dulu pimpinan kita berjuang sangat luar biasa,”terangnya.
Ditambahkan Bupati Ngawi, seluruh rangkaian peringatan Hari Jadi Ngawi ke 663 ini karena dalam situasi pandemi dan PPKM Darurat dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat, ” pun sesuai dengan Tema Hari Jadi ke- 663 yakni Gotong Royong Ngawi Tangguh, dengan semangat gotong royong kita wujudkan Ngawi Tangguh melawan Covid-19,” pungkasnya. (K46)
Komentar