Mabesbharindo.com
Jakarta Utara – Suasana tegang namun penuh harapan menyelimuti Kantor Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara, Selasa (4/2/2025). Di sana, berlangsung sosialisasi kompensasi bagi warga terdampak pembangunan jalur transmisi SUTET 500 KV Priok-Muara Tawar. Pertemuan ini bukan sekadar acara formal, melainkan upaya krusial untuk membangun kepercayaan antara pemerintah, PLN, dan warga yang lahannya terdampak proyek strategis nasional ini. Kepercayaan ini rapuh karena kurangnya komunikasi yang efektif antara PLN dan warga.
Proyek besar ini, yang diklaim vital untuk meningkatkan kelistrikan nasional, justru menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
Ardan, Kepala Bagian Tata Ruang Kota, mengakui minimnya sosialisasi awal proyek telah memunculkan sejumlah masalah. Pertemuan ini, harapnya, menjadi jalan keluar untuk mencapai solusi adil bagi semua pihak. Pemerintah, tegas Ardan, berkomitmen penuh agar proyek berjalan lancar tanpa mengabaikan hak-hak warga.
“Pengadaan lahan akan mengikuti aturan yang berlaku, termasuk Pergub/Perda, dengan ganti rugi yang meliputi bangunan, tanaman produktif, dan mempertimbangkan nilai sebenarnya aset warga. PLN akan menjelaskan rincian kompensasi yang akan diterima masing-masing warga,” ujarnya.
Namun, janji pemerintah dan PLN diragukan sejumlah warga. Putra Rahmadian, Manajer Perizinan dan Komunikasi PLN, menjelaskan proyek ini sebagai upaya pencegahan pemadaman listrik skala besar seperti yang terjadi pada 4 Agustus 2019.
Ia menegaskan bahwa proses perizinan telah sesuai prosedur, termasuk sosialisasi, konsultasi publik, dan pendataan.
Akan tetapi, warga RT 04 RW 10, H. Muslim, mengungkapkan kekesalannya. Ia menjelaskan bahwa keberadaan SUTET berpotensi menurunkan harga properti hingga 50%, sehingga aset mereka sulit dijadikan agunan di bank.
“Saya tantang PLN membuktikan klaim itu salah, dan meminta transparansi dalam perhitungan kompensasi. Saya akan terus memperjuangkan hak saya,” tegasnya.
Bahrudin, warga RT 03 RW 09, juga meragukan efektivitas sosialisasi.
Ia mengaku hanya menerima informasi proyek secara parsial, dan mempertanyakan keefektifan sosialisasi yang dilakukan.
“Sosialisasi di Sungai Bambu, menurutnya, tidak mencerminkan kondisi di Kebon Bawang,” jelasnya.
Eko Sukmawanto, Manajer PLN yang mengawasi proyek, menjelaskan bahwa kompensasi diberikan sesuai peraturan menteri, yaitu kompensasi dari PLN sebesar 15% dari jalur yang terlintasi berdasarkan PerMen ESDM No. 13 Tahun 2021 dengan penilaian dari KJPP yang mencakup nilai bangunan/tanah untuk jalur yang terlintasi, dan kompensasi tanaman dihitung terpisah.
Namun, penjelasan ini belum memadai dan belum mampu meyakinkan warga yang masih meragukan keadilan dan transparansi proses kompensasi.
Pertemuan di Kelurahan Kebon Bawang dihadiri oleh Camat Tanjung Priok, Ade Himawan; Lurah Kebon Bawang, Widodo; tokoh masyarakat, Haji Sabri Saiman; perwakilan Polsek Tanjung Priok, Reza Kanit Intel; Koramil Tanjung Priok; Satpol PP; dan warga RW 09 dan RW 10. Pertemuan ini menjadi bukti nyata adanya ketidakjelasan prosedur yang menyebabkan konflik antara kepentingan pembangunan nasional dan hak-hak warga.
Komentar