Modus Penipuan Dengan Alih-Alih Kerja Sama Pemasaran Buah Mangga

Hukum & Kriminal534 Dilihat

MABESBHARINDO.COM, Batam | Masyarakat diharapkan lebih waspada ketika akan membangun kerjasama sebagai suplayer, Terlebih jika penawaran kerjasama dagang dilakukan melalui media sosial seperti facebook.

Nasib na’as ini menimpa suplayer asal Pati Jawa timur, ada modus penipuan yang diawali dengan pertemanan di medsos, seperti halnya pada kegiatan jual-beli dalam jumlah yang sangat besar, sebagai penyuplai buah manggah, alih-alih dapat untung, penyuplai buah manggah malah bisa buntung, karena menjadi korban penipuan.

Afif Wahyudi Adi seorang pedagang manggah dari Desa Kedungsari, Kecamatan Tayu, Pati Jawa Tengah adalah korban penipuan berdalih kerja sama.

Berawal dari pertemanan di Facebook, lanjut dengan saling bertukar nomor telpon lalu berkomunikasi melalui pesan singkat what’s uup, atas dasar saling percaya, yang mana terlapor adalah seorang penjual manggah yang berdomisili di Batam.

Adi sapaannya, menaruh kepercayaan pada Jamli sebagai terlapor yang beralamat di Legenda Malaka Blok A4 No 7, Rt 1/RW 4, Baloi Permai Kota Batam, hingga Adi menyediakan dan menyuplai buah manggah dari Pati (Jawa Tengah).

Dengan kesepakatan bersama antara pelapor dan terlapor, diawali kerjasama pertama dengan pengiriman buah manggah sebanyak 4,5 ton, yang mana buah manggah yang dipesan oleh terlapor dengan uang muka sebanyak 30%, dan terlapor datang ke Jawa untuk menjemput buah manggah tersebut melalui (jasa freelance dari terlapor).

Dan sisa tagihan dibayar terlapor sesuai dengan potongan manggah yang busuk dalam perjalanan hingga sampai ke Batam.

Hingga terlapor melakukan pesanan manggah yang kedua pada korban sebanyak 6472 kg, juga dengan membayar uang muka sebanyak 30%, dengan melakukan penjemputan seperti diawal.

Setelah tiba di Batam Terlapor kembali melakukan pemesanan yang ketiga sebanyak 6932 kg, masih dengan melakukan penjemputan oleh terlapor, namun pada transaksi ke 3 terlapor tidak melakukan pembayaran diawal sebanyak 30% seperti pada transaksi pertama dan kedua, dengan alasan untuk pelunasan transaksi yang ke 2 terlebih dahulu.

Yang dimana seharusnya, terlapor sudah melakukan pelunasan pada transaksi yang ke 3 setelah 2-3 hari setelah tiba di Batam, namun hingga batas waktu yang telah ditetapkan korban kepada terlapor, tak kunjung dibayarkan, hingga korban datang dari daerah Pati (Jawa Tengah) untuk menjumpai terlapor, namun sangat disayangkan terlapor hanya memberikan alasan yang tidak memuaskan sehingga mengakibatkan kerugian yang ditanggung oleh korban.

Karena merasa dirugikan Adi selaku korban melakukan pelaporan pada tanggal 21 Desember 2020, berdasarkan laporan pada nomor STTLP/958/XII/ 2020/SPKT-Resta Balerang, pada Hari Senin tanggal 21 Desember 2020, sekitar pukul 17.00 WIB, dengan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Sebelum melakukan pelaporan korban sudah melakukan penyelesaian secara musyawarah mufakat melalui surat perjanjian yang dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak yang berbunyi “bahwasanya saya bersedia dan sanggup membayar pelunasan nota kedua tertanggal 7 November 2020 sebesar 24360.000 (dua puluh empat juta tiga ratus enam puluh ribu rupiah) pada hari Senin 30 November 2020, serta bersedia dan sanggup membayarkan nota ketiga tertanggal 11 November 2020”.

Kesepakatan surat perjanjian pelunasan yang telah disepakati berlalu tanpa penyelesaian pertanggung jawaban dari terlapor, hingga ahirnya korban memutuskan untuk melakukan pelaporan.

Seiring berjalan proses pelaporan tertanggal 21 Desember 2020 hingga saat ini belum ada perkembangan yang berarti, yang dimana oknum Penipuan dan penggelapan masih saja berkeliaran dan belum ada tindakan pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan.

Lalu seperti apakah keadilan Negri ini berjalan??? sementara korban yang dirugikan menanti keadilan dengan harapan agar hal yang sama tidak terjadi lagi pada korban korban yang lainya, dengan tindakan tegas aparat dapat menjadi efek jera bagi pelaku pelaku kriminal di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penipuan dan penggelapan diatur dalam Pasal yang berbeda dalam KUHP. Penipuan sebagaimana dijelaskan sebelumnya diatur dalam Pasal 378 KUHP, sedangkan penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP.

Penggelapan menurut Pasal 372 KUHP, “Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain (sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.” Jadi tujuan dari penggelapan adalah memiliki sesuatu yang ada dalam penguasaannya yang mana barang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

(win/tim)

Komentar