Mitos Gunung Semeru Terkait Ramalan Jayabaya

Warga dan relawan saat melakukan evakuasi hewan ternak yang terjebak di kandang di Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.


Lumajang I Mabes Bharindo.com  — Gunung Semeru di Jawa Timur menunjukkan keperkasaannya saat erupsi dan memuntahkan awan panas pada Sabtu (5/12/2021) menyebabkan kerusakan di sejumlah desa dan wilayah sekitarnya.

Dikutip dari Okezone, hingga Minggu (5/12/2021) sedikitnya 14 korban meninggal dunia dan puluhan orang lainnya terluka bakar.

Gunung Semeru, yang juga dikenal sebagai Mahameru adalah gunung berapi yang lekat dengan mitos rakyat Jawa.

Gunung yang memiliki ketinggian 3.676 MDPL ini, salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa, yang juga dipercaya sebagai tempat tinggal para Dewa.

Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang itu juga termasuk salah satu gunung berapi paling aktif, yang tercatat telah erupsi setidaknya 87 kali sejak 1818.

Menurut salah satu mitos, Gunung Semeru dipercaya sebagai bagian puncak dari Gunung Meru di India yang dibawa oleh Dewa Brahma dan Dewa Wisnu ke Tanah Jawa untuk dijadikan pasak bumi.

Kisah yang termuat dalam kitab TANTU PANGGELARAN itu mengatakan bahwa sebelum Gunung Semeru ditancapkan, Pulau Jawa masih terombang-ambing di lautan lantaran belum ada penekannya.

Puncak Gunung Semeru dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para Dewa Hindu dan menjadi penghubung antara Bumi dan Kahyangan.

Masyarakat Hindu melakukan upacara sesaji kepada Dewa-Dewa di Gunung Semeru setiap 8 -12 tahun, saat mereka menerima suara gaib dari Dewa-Dewa di Mahameru.

Mitos lain menghubungkan, peristiwa letusan Gunung Semeru dengan pertanda bencana, atau peristiwa besar yang membawa penderitaan bagi rakyat.

Karena itulah tidak heran ada yang menghubungkan letusan Gunung Semeru ini dengan ramalan Jayabaya, yang menobatkan bahwa Pulau Jawa akan terbelah.

Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari menjelaskan soal sejarah letusan Gunung Semeru.

Material vulkanik yang dimuntahkan Gunung Semeru terpantau pada pukul 15.20 WIB ini mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.

Pada catatan letusan yang terekam pada 1818 hingga 1913 tidak banyak informasi yang terdokumentasikan untuk Gunung Semeru, lalu pada 1941-1942 terekam aktivitas vulkanik dengan durasi panjang.

“Gunung Semeru memiliki catatan panjang sejarah erupsi yang terekam pada 1818,” ujarnya Sabtu (4/12/2021).

__________________________________________

BACA JUGA : 

__________________________________________

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, guguran lava terjadi pada periode 21 September 1941 hingga Februari 1942.

Saat itu, letusan sampai di lereng sebelah timur dengan ketinggian 1.400 hingga 1.775 meter. “Material vulkanik hingga menimbun pos pengairan Bantengan,” tuturnya.

Lalu, sejumlah aktivitas vulkanik tercatat beruntun pada 1945, 1946, 1947, 1950, 1951, 1952, 1953, 1954, 1955 – 1957, 1958, 1959, 1960.

Tak berhenti sampai di sini, Gunung Semeru termasuk salah satu gunung api aktif yang melanjutkan aktivitas vulkaniknya.

Seperti pada 1 Desember 1977, guguran lava menghasilkan awan panas guguran dengan jarak hingga 10 km di Besuk Kembar.

Volume endapan material vulkanik yang teramati mencapai 6,4 juta m3. Awan panas juga mengarah ke wilayah Besuk Kobokan. Saat itu, sawah, jembatan dan rumah warga rusak. Aktivitas vulkanik berlanjut dan tercatat pada 1978-1989.

PVMBG juga mencatat aktivitas vulkanik Gunung Semeru pada 1990, 1992, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007 dan 2008.

Pada tahun 2008, tercatat beberapa kali erupsi, yaitu pada rentang 15 Mei hingga 22 Mei 2008. Teramati pada 22 Mei 2008, empat kali guguran awan panas pernah juga mengarah ke wilayah Besuk Kobokan dengan jarak luncur 2.500 meter.

Editor : Khoirul Anam

Komentar