Menimbang Putusan Nihil Dalam Perkara PT ASABRI (persero) atas nama BENNY TJOKROSAPUTRO

Mabesbharindo,com. ponorogo 14/01/2022,Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI menyampaikan, Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, BENNY TJOKROSAPUTRO selaku kombisaris PT. Hanson Internasional
Tbk, bersama dengan ADAM DAMRI, SONY WIJAYA dkk, divonis bersalah dalam Dakwaan kesatu primair dan terbukti merugikan Negara sebesar Rp22,7 Triliun, namun BENNY TJOKROSAPUTRO yang dijatuhkan pidana NIHIL menjadi polemik dan kontroversi, sehingga Jaksa Penuntut Umum Langsung menyatakan upaya Hukum BANDING.

Dalam keterangan Pers,KAPUSPENKUM Kejaksaan Agung Dr.ketut Sumedana menyampaikan sedikit tiga(3) poin alasan dilakukannya upaya Hukum BANDING yaitu:
1 Putusaan tersebut sangat mengusik
dan mencederai rasa keadilan
karena BENNY TJOKROSAPUTRO telah
melakukan pengulangan tindak
pidana(dalam perkara PT Asuransi
Jiwasraya) sehingga setelah
diputus dengan hukuman seumur
hidup dimana ada penambahan
hukuman dengan hukuman mati,
sesuai dengan Doktrin Hukum
Pidana.

2 Majelis hakim tindak pidana
korupsi pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat keliru dalam
menerapkan hukum karena BENNY
TJOKROSAPUTRO terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dakwaan
jaksa yakni Primair Pasal 2
dengan ancaman minimal 4 tahun
penjara, sehingga penerapan
hukuman NIHIL bertentangan dengan
undang-undang tindak pidana
korupsi.

3 Proses hukum BENNY TJOKROSAPUTRO.
dalam PT Asuransi Jiwasraya sudah
berkekuatan hukum tetap(inkracht)
namun yang bersangkutan masih
memiliki upaya hukum luar biasa
dan mengajukan hak-haknya untuk
mendapatkan seperti grasi,
remisi,amnesti sehingga apabila
di kabulkan, maka akan
membahayakan bagi penegakan hukum
dan seharusnya ada persyaratan
khusus dalam putusan a quo.

Lebih jauh dalam kesempatan diberbagai media beberapa elemen akademi dan praktisi sependapat bahwa putusan tersebut harus diuji di tingkat pengadilan di atasnya yakni BANDING.Kapuspenkum Kejaksaan Agung menyampaikan putusan tersebut jauh dari rasa keadilan dan menyebabkan ketidakpastian hukum yakni:
” Putusan yang merugikan lebih dari Rp40 Triliun apabila di akumulasi dengan 2 perkara yang dilakukan BENNY TJOKROSAPUTRO secara absolut mengingkari keadilan itu sendiri. ini tidak saja merugikan kerugian Negara, tetapi merugikan masyarakat luas terutama pensiunan TNI dan Kepolisian Negara RI yang selama ini menjaga keamanan Negara, ada kesalahan yang sangat fatal dalam penerapan pasal 67 KUHP, disamping bertentangan dengan asas hukum yaitu LEX SPECIALIS DEROGAT LEX SPECIALIS yang berlaku dalam undang-undang tindak pidana korupsi pada perkara a quo, juga tidak secara tegas Pasal tersebut diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan secara akumulasi dalam perkara terpisah”.

Selanjutnya,keputusan tersebut akan menambah ketidakpastian hukum oleh karena hak Terpidana dalam PT Asuransi Jiwasraya dalam mengajukan upaya hukum luar biasa(PK) dan hak dalam mengajukan hak-haknya seperti remisi, grasi,dan amnesti, justru akan melemahkan putusan yang pertama dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, dan seharusnya putusan tersebut dibarengi dengan putusan bersyarat sebagaimana lazimnya dalam penegakan hukum.

Penerapan Pasal 67 KUHP jika dalam putusan a quo, akan menyulitkan bagi jaksa dalam mengeksekusi harta benda terdakwa dalam perkara PT ASABR(persero), padahal BENNY TJOKROSAPUTRO juga di jatuhi tindak pidana pencucian uang(TPPU) sementara harta yang telah di sita dengan akumulasi kerugian Rp40 triliun masih jauh dari kata penyelamatan, Hal inilah menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung sangat tidak adil.

Penuntut Umum dalam mengajukan upaya hukum disini sangat rasional dan yuridis mengingat tindak pidana korupsi adalah EXTRAORDINARY CRIME. Maka harus dilakukan upaya-upaya yang luar biasa dalam penyelesaiannya, seperti selama ini yang di lakukan Kejaksaan Agung dalam menerapkan unsur perekonomian Negara disamping TPPU sebagai solusi untuk memiskinkan koruptor dan keluarganya.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung berharap kedepannya, putusan-putusan pengadilan yang baik dapat dijadikan YURISPRUDENSI atau sumber Hukum utama dalam penegakan hukum. (K.3.3.1).

Komentar