Kapolri Jendral Pol. Listyo Sigit Prabowo
MABESBHARINDO.COM ll JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ingin polisi makin dekat dengan masyarakat.
Salah satu upaya yang ia tempuh yaitu melalui konsep “Presisi” (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang kemudian diturunkan menjadi beragam kebijakan yang adaptif terhadap teknologi informasi dan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif.
“Kami ingin polisi makin dekat dengan masyarakat, pelayanan publik makin bagus, respons cepat, terukur, berkualitas, dan yang penting ialah mewujudkan rasa aman dan keadilan kepada masyarakat,” ujar Kapolri, Rabu (30/6/2021).
Konsep polisi yang Presisi itu digagas Kapolri sejak saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Gagasan itu berangkat dari temuan dan kajiannya terhadap hasil sejumlah lembaga survei tentang bagaimana masyarakat melihat polisi.
“Tidak hanya sisi baiknya, tetapi juga sisi yang mungkin menurut masyarakat berisiko mengurangi kepercayaan masyarakat kepada kepolisian. Kemudian pengalaman saya menjadi Kapolda, Kadiv Propam, dan Kabareskrim, sering juga bertemu dengan masyarakat untuk berbicara dari hati ke hati. Saya ingin tahu versi masyarakat tentang potret polisi,” jelas Kapolri.
Menurut Kapolri, salah satu hal yang tidak disukai masyarakat adalah ketika Polri diberikan kewenangan, tetapi kewenangan itu disalahgunakan.
- Baca Juga : Polres Bojonegoro Apresiasi Tiga Desa Dalam Tangani Posko PPKM Mikro
- Baca Juga : Warga Desa Rejuno Antusias Mengikuti Vaksinasi di UPT Puskesmas Karangjati
Khususnya dalam pelayanan polisi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan penegakan hukum yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
“Di situ banyak hal harus kami perbaiki,” pungkas Kapolri.
Kapolri pun berupaya memperbaikinya dengan memanfaatkan teknologi informasi. Salah satu contohnya, Polri mencoba mengubah penegakan hukum lalu lintas tidak dilakukan secara langsung oleh polisi di tempat.
“Dari yang biasanya kami memberikan tilang manual kini diubah dengan penegakan hukum menggunakan perangkat teknologi informasi,” ucap Kapolri.
“Dengan demikian, interaksi langsung antara masyarakat dan kepolisian hanya untuk mengurai permasalahan-permasalahan di lapangan, seperti ketika ada kemacetan. Adapun untuk hal-hal yang berisiko menimbulkan penyalahgunaan wewenang itu kami ubah dengan sistem dan pemanfaatan teknologi informasi,” lanjut Kapolri.
Selain itu, dalam penegakan hukum, Kapolri melihat masyarakat menginginkan permasalahan sejumlah kasus diselesaikan dengan musyawarah. Karena itu, Polri mulai melakukan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) untuk menangani kasus-kasus tertentu.
“Kami mengingatkan kepada anak buah kami untuk memberikan ruang keadilan bagi kedua belah pihak. Ruang mediasi itu selalu kami berikan. Kami juga mengingatkan agar anak buah kami jangan sampai menggunakan ruang restorative justice untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Kami melarang hal-hal yang bersifat transaksional. Memang tidak mudah, tetapi kami harus mengubahnya,” jelas Kapolri.
Saat ini, Polri juga memiliki ruang pengaduan Profesi dan Pengamanan (Propam) dan pengaduan online ”Dumas Presisi”.
Selain itu, tambah Kapolri, jika ada penyalahgunaan atau tindakan negatif dari kepolisian, Polri membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikannya dengan menghubungi nomor 110.
“Nantinya kami akan menyambungkan laporan itu dengan teknologi yang ada sehingga seluruh personel di lapangan bisa merespons cepat saat ada laporan. Demikian juga ketika ada informasi suatu masalah, kepolisian segera datang,” tutup Kapolri.
(Red)
Komentar