Media Mabes Bharindo Sukabumi
Temuan cukup mengejutkan di kabupaten Sukabumi diungkapkan Staf IU ( Implementasi Unit ) Penabulu Kab.Sukabumi, Omay Komarudin, S.HI, M.Pd, MH. terkait jumlah Indek Kasus penyakit TB ( Tuberkulosis ) di daerah ini.
Dari 77 kader yang disebar di 30 PKM dari 58 PKM yang ada di kab.Sukabumi, rata-rata dapat ditarik data 300 kasus orang ternotifikasi TB per bulan.
“Artinya hampir tidak ada desa atau kelurahan yang kosong dari penyakit TB, baik yang Support obat maupun yan Resisten Obat ( RO )”. Jelas Omay.
“Disinyalir hal ini disebabkan antara lain : pertama ketidak patuhan pasien dalan berobat, keduanya penyebaran masive tanpa pencegahan”. Imbuh nya.
Kabupaten Sukabumi dengan luas daerah yang tersebar di 47 kecamatan, 5 kelurahan, dan 381 desa, bukan hal mudah bagi para kader untuk menjangkau seluruh pelosok dan menyambangi setiap penduduk. Pada tahun 2017, jumlah penduduk Sukabumi mencapai 2.523.992 jiwa dengan luas wilayah 4.145,70 km² dan sebaran penduduk 609 jiwa/km².
Tetapi dengan kegigihan para kader Penabulu yang hanya dibekali uang transportasi alakadarnya, mereka rela berjibaku dengan tingkat resiko tinggi, membantu pemerintah menyisir setiap pelosok guna meminimalisir sebaran penyakit TB ( Tuberkulosis ) yang sangat mematikan ini.
Terbukti walaupun baru berjalan kurang lebih satu tahun, mereka telah mampu mengenal investigasi kontak, melakukan pendampingan, menyajikan data masyarakat ternotifikasi, membantu memotivasi keluarga orang yang terinfeksi TB untuk dilakukan screening, dll.
Ditempat terpisah, kepala PKM Cicantayan melalui petugas pelayanan TB nya yang bernama Imam, mengakui bahwa keberadaan kader sangat membantu petugas TB yang sangat terbatas dimasing – masing Puskesmas ( PKM ).
“Alhamdulillah kami sangat terbantu dengan keberadaan kader yang terjun langsung mendeteksi TB ini kelapangan”, ujar Imam.
Di PKM Cicantayan sendiri memang penanganan pasien sendiri masih belum efektif, karena blm satu tempat. “Jika ada yang ternotifikasi, Masih harus bolak balik rontgen ke Rumah sakit tanpa disertai pemeriksaan sputum ( dahak ). jadi setelah ada hasil rontgen, masih harus pemeriksaan sputum lagi di PKM”.
“Belum lagi kami harus bolak balik setiap 2 minggu sekali ke RS Palabuhan Ratu karena ada dua warga kami yang menjadi pasien RR/MDR ( Resisten Rifampisin/Multi Drug Resistant )”, ujarnya.
Walaupun begitu Imam mengakui ” kami tetap berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat serta bekerjasama dengan kader dalam hal memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait penyakit TB ( Tuberkulosis ) ini”, papar Imam.
Menutup bincang kami melalui sambungan selluler, Omay Komarudin, advokat sekaligus pekerja sosial yang menggawangi IU Penabulu di Kab.Sukabumi , menyampaikan harapan nya bahwa kiprah IU Penabulu semoga bisa mengeliminasi atau setidak-tidaknya memperkecil angka TB di Kab.Sukabumi.
“Harapan sepesifik kami,
1.Pelayanan dan fasilitas ditiap PKM di Kab.Sukabumi untuk TB ini hendaknya terus dioptimalkan, karena kenyataannya tidak sedikit petugas pelayanan di PKM yang belum terlatih dan responsif TB, dan masih ada PKM yang belum mempunyai fasilitas pemeriksaan dahak (sputum)”, terang omay.
“Yang kedua dengan adanya temuan 40 orang TBRO sesuai yang ada di data IU Penabulu Kab.Sukabumi, sudah seharus nya Kab.Sukabumi memiliki Rumah sakit Khusus TB ( Tuberkulosis )”,
“dan yang ketiga, bagi masyarakat yang ternotifikasi, segeralah untuk berobat secara disiplin, karena Global Fund hari ini telah membantu Pemerintah Indonesia menyediakan obat gratis untuk seluruh yang terinfeksi TB Indonesia secara Nasional”.
Masyarakat tinggal mau berobat aja”, kata Omay.
“Hilangkan Stigma buruk TB, seperti TB dianggap aib, dianggap penyakit keturunan bahkan kutukan, karena penyakit TB ini bisa disembuhkan”, pungkas Omay.
Reporter : Herlan.
Komentar