Ingin Sukses Korporasi Padi Hibrida, Contohlah Petani Rembang

Panen Padi Hibrida di Rembang | Sumber Foto : Humas Tanaman Pangan


MABESBHARINDO.com I JAKARTA —Penggunaan benih varietas unggul hibrida kerap dikhawatirkan petani, karena mudah terserang hama penyakit, khususnya wereng batang cokelat.  Jika ingin berhasil menanam padi hibrida, coba contoh petani di Rembang, Jawa Tengah.

Pada tahun 2020, Kelompok Tani Subur Sejahtera di Desa Sale, Kabupaten Rembang melaksanakan kegiatan korporasi padi hibrida seluas 50 ha. Petani mampu menghasilkan benih sebanyak 42,9 ton dengan pendapatan per hektar sebesar Rp 37 juta.

Bupati Rembang, Abdul Hafidz mengatakan, melalui program korporasi perbenihan padi hibrida yang telah berjalan, tentu hasilnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Bahkan, menghasilkan benih yang terjamin mutunya, benih tersedia tepat waktu tanam, serta harganya terjangkau.

Ke depannya, Hafidz, berharap, kelompok perbenihan padi hibrida bisa terus meningkatkan kapasitas teknisnya dan segera membentuk lembaga korporasi. Kemudian ketersediaan benih padi hibrida yang berkualitas dengan harga terjangkau, sehingga produktivitas meningkat. “Karenanya, petani perlu pendampingan intens dari para pihak,” ujarnya.

Kamari, perwakilan Kelompok Tani Geneng Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang, mengungkapkan, disamping keuntungan dari peningkatan hasil, petani juga diuntungkan dengan mendapatkan berbagai ilmu dan teknologi. Dari proses awalnya, petani sudah didampingi, sehingga dapat mengantisipasi dini berbagai kendala, misalnya ada penyakit dan serangan hama.

“Rekan mitra dan BPP Kecamatan Sale begitu antusias mendampingi petani, sehingga dapat segera diantisipasi (kendalanya),” ungkapnya saat Webinar ‘Korporasi Perbenihan Padi Hibrida (P3BTP Padi Hibrida), beberapa waktu lalu.

Plt. Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, Takdir Mulyadi berharap Kabupaten Rembang menjadi salah satu kawasan untuk pengembangan padi hibrida. Berbekal pengalaman, hasilnya cukup signifikan. “Kerjasama petani, penyuluh, semuanya, semangatnya ingin mendapatkan ilmu. Saya melihat semangat yang tinggi. Ini menjadi contoh untuk kita replikasi,” ujarnya.

Takdir mengatakan, melalui korporasi, petani diberikan bantuan program. Petani juga difasilitasi untuk bermitra dengan produsen benih yang mendapatkan lisensi dari lembaga penelitian dimana varietas itu dikeluarkan.

“Jadi, ini dalam upaya mentransfer teknologi, memberikan keterampilan kepada petani. Kemudian membuka akses untuk petani dalam melakukan usaha-usaha bisnis terkait dengan benihnya,” kata Takdir.

Langkah-langkah operasional perlu ditingkatkan, baik berupa sosialisasi, pembuatan dem plot area, hingga mendorong peran serta dinas pertanian, petugas penyuluh di lapangan, dan Pengawas Benih Tanaman (PBT).

Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan, inti dari korporasi adalah wadah yang memayungi aktivitas petani. Lembaga ini berbadan hukum. Kelembagaan yang dulunya sebagai poktan ataupun gapoktan naik kelas jadi korporasi, namun begitu lembaga petani tetap ada tapi dipayungi sebagai korporasi.

Konsep korporasi petani sebagai inisiasi Mentan Syahrul Yasin Limpo ini menurutnya semestinya bisa melayani input secara efisien seperti benih, pupuk, melayani permodalan sehingga bisa akses KUR, melayani pemasaran menjadi 1 unit dan hilirisasi produk.

“Setiap korporasi harus mampu menghitung berapa efisiensi biaya dan hasil yang diperoleh, harus mampu membuat jaringan bermitra dengan industri pupuk, produsen benih, alsin, serta harus melayani kredit KUR,” katanya.

Suwandi berharap korporasi dapat membenahi manajemen pertanian yang baru. Menciptakan efiensi dengan mekanisasi, benih harus unggul, pupuk pestisida kembali ke organik, integrated farming serta tidak ada monokultur lagi.

(Red/Hms)

Komentar