Media Mabes Bharindo Jakarta.
Dunia politik Tanah Air kembali diguncang kabar mengejutkan. Dua figur publik sekaligus anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, dan Surya Utama atau yang lebih dikenal dengan nama Uya Kuya, resmi mengundurkan diri dari jabatannya. Keputusan keduanya diumumkan pada Minggu (31/8/2025) setelah gelombang kritik publik atas sikap dan pernyataan yang dinilai menimbulkan keresahan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari internal DPP PAN, pengunduran diri Eko dan Uya merupakan langkah strategis partai untuk meredakan situasi politik yang kian panas. PAN menyadari bahwa tekanan publik semakin besar terhadap anggota DPR yang dianggap tidak peka terhadap kondisi rakyat, apalagi di tengah sorotan atas isu kenaikan gaji dan tunjangan wakil rakyat.
Sehari sebelumnya, Eko Patrio sempat menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui akun Instagram pribadinya. Dalam video tersebut, Eko tampil bersama rekannya sesama anggota DPR dari PAN, Sigit Purnomo atau Pasha Ungu. Dengan wajah serius, Eko menyatakan penyesalan mendalam atas sikapnya yang memicu keresahan.
“Dengan penuh kerendahan hati, saya Eko Patrio, menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya kepada masyarakat atas keresahan yang timbul akibat perbuatan yang saya lakukan,” ujar Eko dalam video tersebut.
Senada dengan itu, Uya Kuya juga menundukkan kepala. Ia mendapat kecaman luas setelah videonya berjoget di Gedung DPR RI viral di media sosial. Aksi tersebut dilakukan tepat setelah pengumuman kenaikan gaji dan tunjangan anggota dewan, sehingga dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap perasaan rakyat.
“Saya Uya Kuya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, tulus dari hati saya yang paling dalam untuk seluruh masyarakat Indonesia atas apa yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” kata Uya dalam unggahan di akun pribadinya.
Pengamat politik menilai langkah Eko dan Uya untuk mundur sekaligus penonaktifan resmi oleh PAN sebagai sinyal bahwa partai mulai serius melakukan konsolidasi internal. Namun, sebagian kalangan skeptis dan menganggap langkah ini lebih sebagai bentuk “pemadam kebakaran” ketimbang upaya reformasi politik yang sejati.
“Publik tentu berharap ini bukan sekadar drama politik. Harus ada perubahan sistemik di tubuh partai, agar kasus serupa tidak terus terulang,” ujar seorang analis politik dari Universitas Nasional.
Dengan mundurnya Eko Patrio dan Uya Kuya, publik kini menunggu bagaimana sikap partai-partai lain yang kadernya juga menjadi sorotan tajam. Apakah mereka akan mengikuti langkah tegas PAN, atau tetap mempertahankan kader bermasalah dengan dalih politik elektoral?
Satu hal yang pasti, gelombang tekanan masyarakat terhadap DPR semakin besar. Rakyat menuntut wakilnya di Senayan untuk lebih peka, rendah hati, dan fokus bekerja, bukan justru menjadi sumber kontroversi yang merusak kepercayaan publik.
Herlan


 
																				





Komentar