Media Mabes Bharindo.com
Kasus korupsi kembali mencoreng pelaksanaan proyek infrastruktur di Kota Gorontalo. Proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone dan pekerjaan konsultan pengawasan pemeliharaan berkala jalan tersebut yang dikelola oleh Dinas PUPR Kota Gorontalo Tahun Anggaran 2021, kini tengah menjadi sorotan hukum setelah ditemukan sejumlah pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp5.974.395.800,75.
Namun dalam pelaksanaannya, ditemukan berbagai penyimpangan. Proyek yang sedianya dimulai pada 22 November 2021 hingga 19 Juli 2022 mengalami dua kali addendum perpanjangan waktu, sebelum akhirnya diputus kontrak saat progres fisik hanya mencapai 43,50%. Pemutusan kontrak ini didasarkan pada ketidakmampuan penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan meski telah diberikan waktu tambahan oleh Dinas PUPR. Proses ini dilakukan berdasarkan Perpres No 12 Tahun 2021.
Irregularitas dan Peran Para Tersangka
Penyidikan mendalam yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Gorontalo menetapkan dua tersangka utama dalam kasus ini, yakni Irfan Ahmad Asui (IAA) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Denny Juaeni (DJ) selaku Kuasa Direktur PT Mahardika Permata Mandiri.(10/4/2025)
IAA menandatangani laporan kemajuan pekerjaan yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Material on site yang dilaporkan sebagian besar tidak berada di lokasi pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan ahli konstruksi dari Politeknik Manado ditemukan kekurangan volume dan mutu pekerjaan. Selain itu, audit BPK RI mencatat aliran dana sebesar Rp382 juta digunakan oleh pihak yang tidak berhak.
IAA ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Maret 2025 dan telah ditahan sejak 17 Maret 2025 di Rutan Polda Gorontalo. Penahanannya diperpanjang hingga 15 Mei 2025.
Denny Juaeni (DJ) sebagai pelaksana proyek, mengambil alih pekerjaan dengan fee takeover sebesar 17% dan menyerahkan uang sebesar Rp2,175 miliar kepada Faisal Lahay (FL). Dalam pelaksanaan proyek, DJ menggunakan personel yang tidak sesuai dokumen kontrak, dan memberikan laporan realisasi fisik yang tidak sesuai kondisi sebenarnya kepada perusahaan asuransi untuk keperluan jaminan pelaksanaan.
Ia juga meminta pengakuan pembayaran material on site kepada KPA meski barang-barang tersebut sebagian besar tidak berada di lokasi. Audit BPK mencatat adanya aliran dana sebesar Rp358.360.116 yang digunakan tidak sesuai keperluan pekerjaan.
DJ ditetapkan sebagai tersangka sejak 21 Februari 2025, namun mangkir dari dua kali panggilan penyidik. Ia akhirnya dijemput paksa oleh penyidik di kediamannya di Kota Bogor dan ditahan pada 26 Maret 2025.
Kerugian Negara dan Barang Bukti
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI Nomor: 62/LHP/XXI/11/2024 tertanggal 1 November 2024, total kerugian negara akibat korupsi proyek ini mencapai Rp5.974.395.800,75. Penyidik juga telah menyita sejumlah dokumen penting, antara lain kontrak fisik dan pengawasan proyek, laporan progres, rekening koran pihak terkait, invoice pengawasan, SP2D, dan catatan fee milik KPA.
Ancaman Hukuman Berat pun Menanti Para Tersangka
Reforter Herlan mbs
Komentar