Carporate Social Resposibility di INDONESIA Hanya sekedar Marketing Gimmick, Corporate Greenwash ?

Daerah, Pemerintahan1001 Dilihat

Palembang, Mabes Bharindo,Korwil SumSel.
Dewan Pembina Utama Forum TJSLBU atau Forum Carporate Social Responsibility Kementerian Sosial RI [FCSR Kemensos], BHR. Herjuno Darpito/ Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyatakan untuk membangun martabat bangsa ini, atau Mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesai sebagai mana AMANAH di dalam Konstitusi kita maka, Apabila kita hanya mengandalkan APBN/D di Indonesia hal itu tentu tidak mencupukupi, sehingga jalan keluarnya harus menghimpun dana – dana yang bersumber dari berbagai Badan Usaha baik Milik negara, Milik daerah maupun Perusahaan Swasta, yang semuanya telah diatur di dalam beberapa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Indonesia. “Namun saya berharap, agar CSR ini tidak disalah gunakan menjadi sekedar Marketing Gimmick dan Corporate Greenwash atau Pengelabuan Citra Prusahaan,. Ujar Sultan… Seperti Peraturan Pemerintah Nomor. 47 Tahun 2012, tentang Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan Persero Terbatas (PT) yang di semangati oleh Green Economy, menekankan pentingnya penyelarasan aspek ekonomi, sosial dan linghkungan dalam pembangunan berkelanjutan. PP ini juga memberikan kepastian Hukum bagi Badan Usaha dalam melaksanakan program Carporate Social Responsibility yang MEWAJIBKAN Badan Usaha PEDULI terhadap lingkungan [Masyarakat] tegasnya..

Ketua FCSR KEMENSOS hasil Munas 3 -6 November 2021 Mahir Bayasut, mengungkapan “Kami tengah meyoroti dampak perkembangan zaman terhadap kompleksitas permasalahan sosial. Menurutnya, kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mencakup keberlanjutan lingkungan. Pasalnya, perubahan iklim berdampak pada sosial, ekonomi, lingkungan, dan Sustaineble Devepment Gols (SDGs)”, ujar Mahir..
Dari sisi yuridis menurut Undang-Undang Penanaman Modal Pasal 34 bahwa, apabila penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka penanam modal dapat dikenakan sanksi admistrasi berupa, Peringatan Tertulis, Pembatasan kegiatan usaha, Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Menurut (Sudharto P. Hadi dan FX Adi Amekto, 2007:45) kalau demikian sanksinya berarti CSR sulit dilaksakan, CSR hanya akan menjadi petunjuk moral untuk dilaksanakan secara sukarela, bukan menjadi KEWAJIBAN selayaknya bisnis utama perusahaan tersebut. Untuk itu, pengaturan sanksi PIDANA di dalam melaksanakan CSR menjadi Penting. Seperti, kelemahan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas juga tidak diaturnya secara jelas mengenai sanksi Pidana. Di dalam UUPT justru mendelegasikan sanksi di dalam UU terkait lainnya, sehingga menimbulkan ketidak jelasan. Senada dengan pernyataan itu (A.B. Susanto,2007:73) “Kalaulah perusahaan yang tidak melaksakan CSR diberikan sanksi administrasi maka, perusahaan melaksakan CSR hanya sekedarnya saja. Oleh karena itu, regulasi harus didorong dengan pemberian sanksi Pidana dan atau Denda. Urgensi penjatuhan sanksi Pidana adalah dilihat dari letak jahatnya korporasi, yaitu keserakahan korporasi dalam mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tanpa memperhatikan aspek-aspek 3P dalam CSR. Sementara sanksi Denda diberikan sebagai hasil perhitungan audit akibat tidak dilaksakannya CSR oleh perusahaan.

Oleh karena itu, peran Pemerintah dalam membuat aturan teknis perlu didorong guna menutup kekurangan regulasi perundang-undangan yang mengatur CSR. Selain itu Pemerintah bersama DPR harus berani melakukan perbaikan yang mengarah terhadap penguatan regulasi, demi mengangkat martabat bangsa kita sendiri secara keseluruhan.

Seperti yang diungakapkan Didik Budi Hartono, Senior Relation PT PHE [PT Pertamina Hulu Energi] “Pertamina sendiri menyiapkan rata-rata sekitar 1 % dari profit/nilai Laba bersih perseroan tahun sebelumnya. Dimana inisiatif fokus program dalam emat pilar yakni, Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan serta Pemberdayaan Masyarakat dan bantuan Becana Alam. Sementara itu Peraturan Menteri yang mengatur PKBL selama ini disebutkan persentasi besarnya dana PKBL yang akan disalurkan, akan tetapi berdasarkan PERMEN yang baru BESARAN Nilai yang akan disalurkan diserahkan kepada hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) ujar Didik.

Definisi CSR dilihat dari hasil World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 di Johannesburg Afrika Selatan, Jhon Elkingston disebutnya dengan istilah 3P “Triple Bottam Line” yang meliputi Kesejahteraan atau Kemakmuran ekonomi (economic prosperity), peningkatan kwalitas lingkungan (environmental quality) dan Keadilan sosial (social justice).
Pengamat sosial di palembang, Yulis Fajarisma, SE (Sekjend. LSM/NGO Forum, Masayarakat Peduli Rakyat mengatakan,.”Kami pernah membaca salah satu bahwa, Peraturan Menteri yang mengatur PKBL selama ini disebutkan persentasi besarnya dana PKBL yang akan disalurkan, 2,7 % dari profit/nilai Laba bersih perseroan tahun sebelumnya, kalau Pertamina menyebut 1 % dari profit/nilai bersih maka menjadi sulit, bahkan PERMEN yang baru BESARAN Nilai yang akan disalurkan diserahkan kepada hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) maka lebih terpuruk lagi harapan rakyat.

Sekiranya bangsa kita ini jujur atau yang memiliki hati nurani bahwa, masih banyak saudara-saudara kita yang bernasib kurang beruntung dan mereka hanya dapat BERHARAP dengan berdo’a kepada Tuhan nya sehingga, nilai 2,7 % adalah sedikit diatas kewajiban secara syari’at yang 2,5 % sebagi kewajiban mengeluarkan Zakat, Mengutip QS. At Taubah,9 :71) “Dan orang-orang yang beriman, laki-lai dan perempuan. Sebagian mereka (adalah) menjadi PENOLONG bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang baik, mencegah dari yang jahat, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rosulnya, mereka itu akan diberi rahamat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sehingga bila BENAR kita ber Tuhan maka, katakanlah PKBL ditetapkan Pemerintah dan DPR 2% saja dari profit/nilai Laba bersih perseroan tahun sebelumnya dan Memiliki sanksi PIDANA dan/atau Denda bagi Perseroan yang TIDAK melaksanakan nya, maka dengan sangat yakin semua anak bangsa ini akan terlepas dari KEMISKINAN, yang menghinakan itu,.

Sebagi masukan professional, kepada Pemerintah untuk membentuk Badan yang independen dan profissional untuk mengelola dana CSR dimaksud, yang berfokus pada Menciptakan lapangan pekerjaan, “Hentikan pola-pola Santunan gratis kepada rakyat, bangsa ini bukan bangsa pengemis yang harus di kasihani. Bangsa ini harus bangkit untuk megurus dirinya sendari, kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, maka benarlah bahwa bangsa ini memerlukan orang-orang JUJUR itu. Fungsi Pemerintah tinggal menata regulasi dan seterusnya. Contoh konkritnya (Membangun Pabrik-pabrik) sebagai ilustrsi (ujar yulis..red) khusus di Suamtera Selatan, hampir semua komuditi baik Perkebunan maupun Pertanian tersedia disini, namun kenyataanya seperti pabril Kopi (sudah dalam kemasan) ada di Surabaya, padahal Kopi sebagai bahan dasar ada di kawasan Kabupaten Lahat dan Muara Enim Sumatera Selatan, begitu juga dengan Palm Oil (Minyak Goreng) bahan baku nya tersebar di bebrapa kabupaten seperti, Kabupaten Lahat, Empat Lawang, Musi Banyuasin, Banyuasin, dan lainya. Sementara pabrik yang memproses menjadi minya makan(siap konsumsi) cuma ada satu di Palembang, yang lainnya Palm oil di kirim ke Malaysia dan negara lain, setelah itu dikirim lagi ke Pasar Indonesia dan di beli lagi oleh bangsa ini dengan nilai/harga yang lebih tinggi ? Begitu juga dengan komuditi beras, petani cuma menjual GABAH Kering giling yang harga pek kilo gram Rp.3.000 – Rp.4.000,- sedangkan pabrik-pabrik yang memiliki teknologi menjadikan beras berkwalitas premium dengan harga per kilo gram Rp.12.000, – Rp.13.000,- dimiliki bangsa asing.? (ujar yulis kesal…)

SrLubis/Deni.

Komentar